JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk seluruhnya. “Amar putusan mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua Pleno Hakim Konstitusi Anwar Usman didampingi para hakim lainnya dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 4/PUU-XX/2022, Rabu (20/4/2022) siang.
Permohonan pengujian KUHAP diajukan oleh Anita Natalia Manafe yang berprofesi sebagai advokat. Namun dalam perkara ini Anita Natalia Manafe (Pemohon) tidak mengajukan legal standing sebagai seorang advokat, melainkan sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).
Pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 5 ayat (1) huruf a KUHAP yang tidak mencantumkan wewenang penyelidik untuk tidak mengadakan penghentian penyelidikan menyebabkan penyelidikan yang prematur dimana penyelidik belum memeriksa saksi dapat langsung dilakukan penghentian penyelidikan. Hal tersebut merugikan hak konstitusional Pemohon untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil dalam memperjuangkan haknya sebagaimana tercantum dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Menurut Pemohon, KUHAP tidak menjelaskan secara pasti bagaimana proses penyidikan dan penyelidikan, dalam hal ini menurut pendapat Pemohon proses penyelidikan harus dilakukan secara tuntas terlebih dahulu dengan mengumpulkan keterangan saksi dan barang bukti sehingga setelah proses penyelidikan selesai maka tugas selanjutnya merupakan kewenangan penyidik untuk melakukan proses penyidikan yang akan menentukan apakah perbuatan pidana yang dilaporkan memiliki cukup bukti atau tidak sebagaimana secara jelas tercantum dalam Pasal 7 KUHAP; 3. Bahwa menurut Pemohon, dengan tidak dituliskannya kewenangan penyelidik untuk menghentikan penyelidikan, pembuat undang-undang secara nyata tidak ingin ada penghentian penyelidikan sehingga Pasal 5 ayat (1) huruf a KUHAP tidak mencantumkan kewenangan penyelidik dapat melakukan penghentian penyelidikan
Pertimbangan Mahkamah
Dalam pertimbangan Mahkamah, tindakan penghentian penyelidikan oleh penyelidik meskipun tidak secara tegas dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a KUHAP adalah tidak bertentangan dengan UUD 1945. Terlebih setiap laporan adanya dugaan tindak pidana setelah dilakukan penyelidikan tidak terdapat cukup bukti untuk ditindaklanjuti ke dalam tahap penyidikan.
Demikian pula terhadap proses penyelidikan yang sudah dilakukan penghentian penyelidikan, tidak tertutup kemungkinan dapat dilakukan penyelidikan kembali sepanjang terhadap adanya laporan dugaan tindak pidana yang bersangkutan ditemukan alat bukti baru. Dengan demikian, penghentian penyelidikan yang tidak diatur secara khusus ke dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a KUHAP tidak menghalangi hak konstitusional Pemohon sebagai pelapor untuk mendapatkan keadilan.
Menurut Mahkamah, secara doktriner dan apabila dikaitkan dengan prinsip hukum administrasi negara, in casu meskipun terhadap penghentian penyelidikan tidak diatur dalam KUHAP, namun hal tersebut tetap memberikan diskresi kepada pejabat tata usaha negara dalam hal ini Kapolri, yaitu menggunakan kebijakannya untuk mengatur hal-hal yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terkait penghentian penyelidikan, Kapolri telah menerbitkan Surat Edaran Kapolri tentang Penghentian Penyelidikan.
“Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Mahkamah berpendapat meskipun norma Pasal 5 ayat (1) huruf a KUHAP tidak ditambah dengan frasa tidak mengadakan penghentian penyelidikan sebagaimana didalilkan Pemohon, ternyata norma a quo telah memberikan kepastian hukum yang adil sehingga tidak bertentangan dengan UUD 1945. Dengan demikian, dalil-dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” tegas Hakim Konstitusi Suhartoyo yang membacakan pendapat Mahkamah.
Baca Juga:
Persoalkan Penghentian Penyidikan, Advokat Uji KUHAP
Pemohon Uji KUHAP Tidak Melakukan Perbaikan Permohonan
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF.