JAKARTA, HUMAS MKRI - Herifuddin Daulay, seorang guru honorer asal Dumai, Riau, mengajukan uji formil dan materiil Undang-undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang perdana Perkara Nomor 40/PUU-XX/2022 digelar pada Rabu (13/4/2022) di Ruang Sidang Pleno MK secara daring.
Dalam permohonannya, Pemohon sebagai perseorangan warga negara Indonesia yang berhak dan berkecakapan melakukan upaya bela negara. Pemohon menyarankan kepada Menteri Pertahanan NKRI untuk mempersenjatai tentara-tentara daerah di wilayah perbatasan dan bibir pantai sebagai antisipasi meluasnya perang Rusia-Ukrania yang sebarannya bila terjadi dapat mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Terkait hal tersebut, Pemohon perlu mengajukan pengujian formil dan materiil terhadap UU IKN dalam tinjauan bela negara karena undang-undang tersebut dalam proses pelaksanaannya dapat membahayakan perikehidupan berbangsa dan bernegara serta bertentangan konstitusi.
“Undang-Undang IKN disahkan dalam sidang DPR pada 18 Januari 2022 dan ditanda-tangani oleh Presiden pada 15 Februari 2022. Karenanya secara administratif telah sah diundangkan, sehingga dapat diajukan pengujiannya,” kata Herifuddin kepada Ketua Panel Arief Hidayat.
Dalil-Dalil Pemohon
Pemohon mendalilkan, secara jangka panjang dapat dipastikan bahwa ketidakjelasan faktor-faktor yang mendasari perpindahan ibukota Negara yang menjadi pokok utama isi muatan. Secara langsung Pemohon merasa dirugikan dengan terjadinya gejolak akibat hancurnya ekonomi seperti terjadi dalam kurun waktu 1965-1998.
Selanjutnya jika UU IKN dibatalkan, maka kerugian Pemohon akan hilang karena pada hari-hari depan tidak ada gejolak masyarakat akibat dari UU IKN ini. Guna mencapai tujuan dihapusnya UU IKN yang juga dibatalkannya perpindahan ibu kota negara, menurut Pemohon, hak bela negara merupakan hak warga negara sebagaimana tercantum dalam UUD 1945. Hal ini menjadi sudut pandang Pemohon dalam mengajukan pengujian formil UU IKN.
Dalam pandangan Pemohon, perpindahan ibu kota negara merupakan pertaruhan yang tidak jelas mengenai keuntungan signifikan yang akan diperoleh untuk masyarakat dan negara. Oleh karena itu, menurut Pemohon, UU IKN bertentangan UUD 1945 khususnya Pembukaan UUD 1945. Menurut Pemohon, pendanaan besar untuk perpindahan Ibukota Negara sebaiknya digunakan untuk mencetak kader-kader handal bangsa di bidang pendidikan dan ekonomi.
Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan pembentukan UU IKN tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD 1945. “Menyatakan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tandas Herifuddin yang hadir tanpa kuasa hukum.
Perbaikan Total
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih (anggota panel) menasihati Pemohon membaca Peraturan MK (PMK) No. 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Pengujian Undang-Undang.
“Kalau Bapak menguji formil, berarti Bapak menguji proses pembentukan UU No. 3 Tahun 2022, apakah sesuai atau tidak sesuai proses pembentukan undang-undang berdasarkan UUD 1945 dan UU No. 12 Tahun 2011. Tolong diperhatikan. Kalau Bapak menguji formil, itulah ketentuannya,” ujar Enny yang juga menjelaskan bahwa pengujian materiil berkaitan dengan materi dan muatan dari undang-undang.
Selain itu, Enny meminta Pemohon agar lebih meringkas Kewenangan Mahkamah, singkat dan tidak perlu terlalu panjang uraiannya. Termasuk menuliskan objek pengujiannya serta pengujiannya secara materiil atau formil. Hal lain dan tak kalah penting, Enny menyarankan Pemohon agar menuliskan sistematika permohonan sesuai ketentuan dalam PMK No. 2/2021, mulai dari Identitas Pemohon, Kewenangan Mahkamah, Kedudukan Hukum, Posita, Petitum.
Berikutnya, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh (anggota panel) mempertanyakan adanya dua permohonan Pemohon yang teregistrasi di Kepaniteraan MK bertanggal 22 Maret 2022 (permohonan formil dan materiil) dan 4 April 2022 (permohonan formil).
“Kami hanya ingin menanyakan, apakah Bapak tetap melakukan pengujian formil dan materiil, atau pengujian formil saja?” tanya Daniel. Pemohon pun menegaskan tetap akan melakukan pengujian formil dan materiil.
Sementara Ketua Panel Arief Hidayat menyarankan agar Pemohon menyimak bahan risalah dalam Laman MK untuk perbaikan permohonan pada sidang berikutnya. “Karena saya melihat Pemohon tidak mencatat masukan dari Panel Hakim. Padahal banyak sekali nasihat Panel Hakim yang seharusnya dicatat,” ucap Arief.
Arief bahkan meminta Pemohon agar melakukan perbaikan permohonan secara total agar memenuhi syarat sistematika permohonan yang benar mengenai pengujian undang-undang sesuai PMK No. 2/2021. Untuk itu, Panel Hakim memberikan waktu selama 14 hari kerja kepada Pemohon untuk melakukan perbaikan selambatnya pada Selasa, 26 April 2022.(*)
Penulis: Nano Tresna Arfana
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fitri Yuliana