JAKARTA (Suara Karya): Lembaga pers tidak boleh berpihak kepada salah satu pasangan calon dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) maupun pemilihan presiden (pilpres) karena fungsi pers sebagai media publik harus mampu memberikan pendidikan politik serta menyampaikan berbagai aspirasi.
"Pers harus memposisikan diri sebagai ruang publik atau media untuk menyampaikan aspirasi. Keberpihakan pers dalam politik praktis akan mengganggu arus aspirasi dari masyarakat," kata pengamat politik UGM Yogyakarta, AAGN Ari Dwipayana, Kamis (17/4).
Selain itu, kata dia, pers juga ditempatkan sebagai penyangga atau pilar demokrasi keempat. Kalau pers berpihak dalam politik justru akan merusak demokrasi yang sedang dibangun.
"Pers harus mampu menjadi wahana untuk melakukan proses penyadaran masyarakat sehingga publik memiliki sikap kritis terhadap kebijakan. Jika berpihak maka pers akan tenggelam," katanya.
Menurut dia, pers juga harus lebih mengedepankan fungsi sebagai media pendidikan politik dari pada berpihak kepada pelaku politik atau partai politik.
"Kalau media harus menyampaikan berita politik atau iklan politik harus berimbang atau memberi ruang yang sama pada setiap kandidat serta harus menjunjung tinggi kompetisi yang adil ," katanya.
Menyinggung adanya dugaan elite politik maupun partai politik yang berada di balik lembaga pers, Ari mengatakan seharusnya media tersebut dapat membuat batasan yang jelas apakah sebagai media publik atau sarana propaganda kelompok tertentu.
"Yang menjadi persoalan adalah memisahkan antara media sebagai wahana publik atau sebagai alat propaganda partai politik. Kalau mesin propaganda harus dideklarasikan dengan menyebut diri sebagai koran partai," katanya.
Ia menambahkan, dengan adanya kejelasaan ini maka masyarakat dapat memberikan penilaian terhadap media tersebut. (Ant)
Sumber www.suarakarya-online.com
Foto www.google.co.id