JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusui (MK) bukan lembaga yang ada di menara gading karena ada banyak contoh perkara yang diajukan perseorangan warga negara dan oleh MK dikabulkan yang berdampak membawa perubahan pada kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah. Sehingga Bapak/Ibu Guru dapat pula menjadi pembawa perubahan besar tak hanya di lingkungan sekolah, tetapi juga bagi masyarakat dan negara.
Demikian ilustrasi yang disampaikan Peneliti Senior MK Pan Mohamad Faiz untuk mengenalkan MK lebih dekat kepada para Guru Penggerak dalam Kegiatan Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara Bagi Guru Penggerak Angkatan II secara daring dari Gedung MK, Jakarta, Rabu (30/3/2022).
Dalam pembahasan berjudul “Mahkamah Konstitusi dan Hukum Acara Pengujian Undang-Undang terhadap UUD NRI Tahun 1945” ini, Faiz mengajak para Guru Penggerak untuk lebih memahami kedudukan dan kewenangan MK, aspek-aspek umum hukum acara MK, dan hukum acara pengujian undang-undang. Saat mengulas pengujian peraturan perundang-undangan, Faiz menjabarkan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia.
“Dari hierarki tersebut, hanya undang-undang yang dapat dilakukan pengujiannya di MK. Sementara peraturan di bawahnya, seperti Peraturan Menteri dan lainnya dapat diujikan ke Mahkamah Agung,” jelas Faiz yang didampingi Santhy Kustrihardiani dari Pusdik MK sebagai moderator.
Berikutnya Faiz menjabarkan secara runut dan jelas mengenai prinsip persidangan, hukum acara dengan berbagai jenis pengujian yang dapat dilakukan di MK, dan para pihak yang dapat mengajukan permohonan pengujian undang-undang ke MK.
Teknik Penyusunan Permohonan
Pada kesempatan berikutnya, Panitera Pengganti MK Rizki Amelia memberikan arahan mengenai teknis penyusunan permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945. Berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 7 ayat (1) PMK 2/2021, Rizki menjelaskan para pihak dalam persidangan di MK, yakni Pemohon, Pemberi keterangan, dan Pihak Terkait. Para pihak ini dapat diwakili oleh kuasa hukum berdasarkan surat kuasa khusus dan/atau didampingi oleh pendamping berdasarkan surat keterangan.
“Perlu dipahami bahwa antara kuasa hukum dan pendamping itu berbeda. Kuasa hukum pada persidangan memiliki hak untuk berbicara atas kuasa yang telah diberikan kepadanya dari pemberi kuasa. Sementara pendamping tidak memiliki hak berbicara di dalam persidangan karena sifatnya hanya menemani Pemohon. Jadi tidak ada hak untuk jawab menjawab dengan para hakim,” jelas Rizki.
Usai mendapatkan materi dari dua pemateri pada hari ketiga ini, para guru penggerak kemudian dibagi dalam delapan kelas kecil untuk melaksanakan tugas praktik mandiri dengan dipandu oleh para panitera pengganti MK.
Baca juga:
Jaminan Hak Konstitusional Terus Berkembang Mengikuti Kebutuhan Warga Negara
Arief Hidayat: Pancasila, Ideologi Ideal untuk Negara Heterogen
Perlu diketahui, kegiatan ini diikuti oleh para peserta selama empat hari sejak Senin hingga Kamis mendatang (28–31/3/2022) dengan berbagai materi dan pemateri terbaik dalam bidang hukum tata negara dan konstitusi. Usai mendapatkan pembekalan materi, para peserta kegiatan juga akan diberikan kesempatan untuk praktik dalam teknik penyusunan permohonan. Berikutnya, pada akhir kegiatan para peserta juga akan mempresentasikan hasil praktiknya melalui kegiatan evaluasi hasil penyusunan permohonan.
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Nur R.