JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, tidak dapat diterima. Permohonan ini diajukan Ludjiono, pensiunan Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo.
“Amar putusan mengadili, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Anwar Usman membacakan kutipan amar Putusan Nomor 12/PUU-XX/2022 dalam sidang yang digelar di MK pada Selasa (29/3/2022) secara daring.
Pertimbangan hukum putusan tersebut menyatakan, Mahkamah melakukan sidang pemeriksaan pendahuluan pada 22 Februari 2022. Berdasarkan ketentuan Pasal 39 UU MK, Panel Hakim telah memberikan nasihat kepada Pemohon untuk memperbaiki sekaligus memperjelas hal-hal yang berkaitan dengan Pemohon dan permohonannya sesuai dengan sistematika permohonan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) UU MK serta Pasal 10 ayat (2) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang (PMK Nomor 2/2021). Selain itu, Pemohon juga disarankan untuk memperbaiki petitum yang tidak lazim karena Pemohon meminta ganti kerugian kepada pemerintah.
Selanjutnya dalam sidang perbaikan permohonan pada 7 Maret 2022, Pemohon ternyata tidak menguraikan sistematika permohonan yang meliputi judul, identitas Pemohon, Kewenangan Mahkamah Konstitusi, dan kedudukan hukum Pemohon, namun Pemohon hanya menguraikan alasan-alasan permohonan dan petitum. Meskipun format perbaikan permohonan Pemohon pada dasarnya tidak sesuai dengan format permohonan pengujian undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) UU MK serta Pasal 10 ayat (2) PMK Nomor 2/2021, dengan mengacu pada perbaikan permohonan, Pemohon langsung menguraikan alasan-alasan permohonan (posita) dan petitum. Sementara itu, judul, identitas Pemohon, Kewenangan Mahkamah Konstitusi, dan kedudukan hukum Pemohon terdapat pada permohonan awal dan tidak digabungkan dengan perbaikan permohonan. Pemohon juga tidak memperbaiki permohonannya, terutama menguraikan argumentasi tentang pertentangan antara pasal-pasal yang dimohonkan pengujian dengan pasal-pasal yang menjadi dasar pengujian dalam UUD 1945.
Dengan demikian, setelah membaca dan mempelajari secara saksama perbaikan permohonan Pemohon, Mahkamah tidak dapat memahami alasan permohonan Pemohon jika dikaitkan dengan petitum permohonan yang meminta agar pasal-pasal yang diuji konstitusionalitasnya bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Oleh karena itu, tidak ada keraguan bagi Mahkamah untuk menyatakan bahwa permohonan Pemohon adalah kabur.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, namun karena permohonan Pemohon kabur maka Mahkamah tidak mempertimbangkan permohonan Pemohon lebih lanjut.
Baca juga:
MK Tunda Sidang Uji UU Bendera, Bahasa
Pemohon: Tidak Ada Definisi Bahasa Indonesia dalam UU BBLNLK
Pemohon Uji UU BBLNLK Sampaikan Perbaikan
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF.