JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang pengujian Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), Selasa (29/3/2022). Sidang permohonan Nomor 21/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh lima anggota DPD RI, yaitu Ajbar, Muhammad J. Wartabone, Eni Sumarni, M. Syukur, dan Abdul Rachman Thaha. Sidang yang digelar di Ruang Sidang Pleno MK ini dipimpin oleh Wakil Ketua MK Aswanto dengan didampingi Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Daniel Yusmic P. Foekh.
Irlan Supari selaku kuasa hukum para Pemohon dalam persidangan perbaikan permohonan ini menyebutkan hal-hal yang disempurnakan pada permohonannya. Yakni, penambahan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kewenangan MK, perbaikan atas kesalahan penulisan, dan penyempurnaan petitum.
“Selain itu terkait dengan tanda tangan kuasa dan permohonan yang dinilai berbeda pada sidang terdahulu, dengan ini saya nyatakan adalah tanda tangan saya dan saat tanda tangan tersebut kondisi kesehatan kuasa hukum mengalami penurunan sehingga tanda tangannya sedikit berbeda,” jelas Irlan.
Baca juga: Ahmad Yani: Ketentuan Ambang Batas Capres Bukan Open Legal Policy
Pada sidang sebelumnya para Pemohon mengatakan Pasal 222 UU Pemilu secara langsung dan tidak langsung merugikan hak konstitusional para Pemohon. Sebab pemberlakuan pasal tersebut dinilai menciptakan sistem pencalonan presiden dan wakil presiden yang tidak adil dan demokratis, mempersempit peluang calon presiden dan wakil presiden alternatif sehingga hal demikian nyata berpotensi bertentangan dengan UUD 1945. Dalam pandangan para Pemohon, pemberlakuan pasal tersebut tak hanya merugikan partai politik tetapi juga merugikan hak konstitusional warga negara dalam memperoleh calon presiden dan wakil presiden yang beragam dari putra/putri terbaik bangsa, membatasi lahirnya calon-calon pemimpin, dan membatasi hak memilih dan dipilih dalam pemilihan umum.(*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fitri Yuliana