UANG PERKARA, Kepala BPK: Memangnya MA Lembaga Penitipan?
JAKARTA (Suara Karya): Perseteruan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Mahkamah Agung (MA) makin seru. Kemarin, Kepala BPK Anwar Nasution kembali menyentil pernyataan Ketua MA Bagir Manan bahwa uang perkara bukan penerimaan negara, melainkan uang titipan. Bagi Anwar, pernyataan tersebut menggelikan. "Memangnya MA lembaga penitipan?" kata Anwar usai menyampaikan ikhtisar hasil pemeriksaan MA semester II/2007 kepada Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Jakarta.
Menurut Anwar, seharusnya MA memberi teladan dalam penegakan hukum. "Dalam keadaan seperti ini, dari dulu saya katakan pungli kan (uang perkara) ini? Tidak ada dasarnya. Dia hanya bikin peraturan sendiri. Tidak mengacu pada UU Pajak, tidak mengacu pada penerimaan negara bukan pajak. Itu namanya pungli. Sama saja kalau Ketua BPK minta uang ke DPD tiap kali diperiksa. Itu kan pungli namanya," ujarnya.
Anwar menegaskan, tidak satu pihak pun yang bisa lewat dari pemeriksaan BPK. Dia juga menyatakan, tak akan ada mediasi untuk masalah hukum. Karena itu, melaporkan MA kepada polisi menjadi satu-satunya solusi.
"Capek kita ini gini-gini terus. Kalau ada orang yang tidak mau diperiksa, melanggar UU yang dibuat DPR, kita tidak punya alat untuk memaksa. Alat paksanya polisi," ujar Anwar.
Dia menilai penolakan MA untuk diperiksa merupakan bentuk pelecehan terhadap DPR dan DPD sebagai penerima dan pengguna hasil pemeriksaan BPK. Dia menekankan, sikap MA menolak diperiksa membuat pengelolaan keuangan di lembaga tersebut tidak transparan dan tidak akuntabel. "Good governance belum dapat diwujudkan di lembaga peradilan tertinggi itu," katanya.
Anwar mengatakan, sikap MA bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 23 E dan Pasal 2 huruf h UU No 17 tahun 2003 tentang Kekayaan Negara. Herzeine Indische Regelment (HIR) No 44 Tahun 1941 (UU Hukum Perdata) yang menjadi dasar pemungutan biaya perkara, katanya, tidak dapat membatalkan kewenangan BPK melakukan pemeriksaan.
Sementara itu, Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita menyatakan, DPD mendukung pemeriksaan BPK atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan BUMN/BUMD. "Tidak ada departemen/lembaga mana pun di Republik Indonesia ini yang bisa lepas dari pemeriksaan BPK," ujar Ginandjar.
Menurut dia, ketidakpatuhan departemen/lembaga di pusat dan daerah mengikuti pemeriksaan BPK bertentangan dengan tujuan penertiban keuangan negara. "Seharusnya ini menjadi semangat bersama," kata Ginandjar sambil menyerukan kembali semua departemen/lembaga di pusat dan daerah mengikuti pemeriksaan BPK.
Ginandjar mengaku curiga jika ada departemen/lembaga negara yang tidak mau diperiksa BPK. "Kalau tidak ada hal-hal yang perlu disembunyikan, saya kira tidak ada yang perlu ditakutkan untuk diperiksa. Kita (DPD) juga khawatir kalau ada temuan sehingga betul-betul kita upayakan agar semua keuangan yang digunakan DPD bisa dipertanggungjawabkan," ujarnya.
Sementara itu, hasil pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2006 telah disampaikan Ketua BPK pada Sidang Paripurna DPD tanggal 28 Mei 2007, diikuti dengan penyerahan IHPS I Tahun 2007 tanggal 22 November 2007. BPK memberikan opini "tidak memberikan pendapat" (disclaimer) atas LKPP tahun 2006 yang salah satu penyebabnya adalah pembatasan dalam pemeriksaan pajak.
BPK mengatasinya dengan mengajukan judicial review (pengujian materiil) paket undang-undang perpajakan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"BPK masih menunggu keputusan MK," kata Anwar, menyinggung paket undang-undang perpajakan yang meliputi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), dan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
IHPS yang disampaikan BPK kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), DPD, DPRD, Presiden, Gubernur, serta Bupati/Wali kota selambat-lambatnya tiga bulan sesudah berakhirnya semester yang bersangkutan secara berkala.
Menurut dia, penetapan jadwal pelaporan yang ketat itu bertujuan agar rakyat, melalui wakil-wakilnya di DPR, DPD, dan DPRD, memperoleh informasi menyeluruh tentang hasil pemeriksaan BPK atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dalam satu semester sebelumnya. (Rully/Lerman)
Sumber www.suarakarya-online.com
Foto www.google.co.id