JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) pada Rabu (23/3/2022) dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan. Perkara Nomor 30/PUU-XX/2022 tersebut diajukan oleh Achmad Kholidin yang merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Tasya Nabila yang merupakan aktivis Lentera HAM Indonesia. Adapun norma yang diajukan untuk diuji oleh para pemohon yakni Pasal 83 ayat (1), Pasal 85 ayat (1), Pasal 86 dan Pasal 87 ayat (2) huruf d UU HAM.
Dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman, Andy Winanto selaku kuasa hukum para Pemohon mengatakan ketentuan Pasal 83 ayat (1) telah menciptakan ketidakpastian hukum yang diakibatkan munculnya ruang penafsiran yang beragam atas rumusannya khususnya sepanjang frasa “Anggota Komnas Ham berjumlah 35 (tiga puluh lima) orang”. Menurutnya, ketentuan tersebut bertentangan dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Anggota Komnas HAM berjumlah sembilan orang yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden”.
Selain itu, para Pemohon juga menegaskan terhadap frasa “berdasarkan usulan Komnas HAM” jelas bertentangan dengan UUD 1945. “Saat ini para Pemohon tengah aktif melakukan pemantauan proses seleksi pada Komnas HAM, sebagai bentuk manifestasi dari UU a quo,” ujar Andy.
Namun dalam pelaksanaannya, Andy melanjutkan, para Pemohon terganggu dengan adanya keberadaan pasal a quo yang seharusnya menurut UUD 1945 warga negara Indonesia diberikan kesempatan yang sama dalam pemerintahan dan diberikan pengakukan yang sama dihadapan hukum dalam mengikuti proses pemilihan ketua dan/atau anggota Komnas HAM.
Kemudian, Andy juga mengatakan, ketentuan Pasal 83 ayat (1) mempunyai keterkaitan dengan ketentuan pasal-pasal yang diujikan oleh para Pemohon. Dengan situasi demikian, para Pemohon telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong terciptanya proses pemilihan secara transparan, jujur, dan adil menjadi terhambat dengan adanya pasal a quo. Atas dasar ini, para Pemohon beranggapan telah mengalami kerugian konstitusional akibat dari rumusan UU HAM.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, para Pemohon meminta MK untuk mengabulkan permohonan dan menyatakan bahwa Pasal 83 ayat (1), Pasal 85 ayat (1), Pasal 86 dan Pasal 87 ayat (2) huruf d UU HAM bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul memberikan nasihat kepada para pemohon untuk memperbaiki permohonannya dengan menguraikan kerugian konstitusional yang dialami. Sementara Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh meminta para pemohon untuk menguraikan norma yang diujikan. “Jadi kalau batu uji ada tiga dan normanya hanya satu maka norma yang diuji kerugiannya apa dari batu uji dari UUD 1945,” ucap Daniel.
Sebelum menutup persidangan, Ketua MK Anwar Usman mengatakan para pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. Perbaikan permohonan diterima Kepaniteraan MK pada Selasa, 5 April 2022 paling lambat dua jam sebelum dimulainya persidangan. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Andhini S.F.