JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada) yang dimohonkan oleh Bupati Frans Manery dan Wakil Bupati Muchlis Tapi Tapi dari Kabupaten Halmahera Utara. Sidang kedua Perkara Nomor 18/PUU-XX/2022 yang digelar pada Selasa (22/3/2022) ini, dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi Wakil Ketua MK Aswanto dan Hakim Konstitusi Saldi Isra.
Ramli Antula selaku salah satu kuasa hukum para Pemohon menjabarkan beberapa perbaikan permohonan yang dilakukan pihaknya. Salah satunya, para Pemohon telah menambahkan aturan tentang kewenangan MK sebagaimana yang termuat dalam UU Kekuasaan Kehakiman.
“Berikutnya, kami juga telah memperkuat uraian legal standing, utamanya mengenai masa jabatan lima tahun,” sampai Ramli terhadap perkara dari para Pemohon yang mendalilkan Pasal 201 ayat (7) UU Pilkada yang dinilai bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945.
Baca juga: Masa Jabatan Berkurang, Bupati Halmahera Utara Uji Aturan Pelaksanaan Pilkada Serentak 2024
Sebelum menutup persidangan, Anwar mengesahkan alat bukti yang diserahkan para Pemohon. Untuk selanjutnya, Anwar mengatakan jika hasil dari persidangan perkara ini akan dibahas selanjutnya dalam Rapat Pemusyawaratan Hakim (RPH). Dengan demikian, para pihak diharapkan menunggu kabar selanjutnya dari Kepaniteraan MK.
Pada sidang terdahulu, sebagai pasangan kepala daerah seharusnya dilantik untuk masa jabatan lima tahun sejak dilantik pada 9 Juli 2021. Masa jabatan ini, mestinya berakhir pada 9 Juli 2026, bukan pada 2024 mendatang sebagaimana termuat dalam ketentuan Pasal 201 ayat (7) UU Pilkada tersebut. Sebab, jika mengacu pada ketentuan tersebut maka masa jabatan para Pemohon hanya 3 tahun 5 bulan.
Menurut para Pemohon, ada inkonsistensi norma antara ketentuan Pasal 201 ayat (7) dengan pasal 162 ayat (2) UU Pilkada mengakibatkan terjadinya tumpang tindih norma yang mengatur masa jabatan dalam batang tubuh UU Pilkada. Dengan dibatalkannya atau paling tidak ditafsirkannya Pasal 201 ayat (7) UU 10/2016 sepanjang terkait dengan masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati sesuai dengan ketentuan Pasal 162 ayat (2) UU 10/2016 dan pasal 60 ayat (2) UU 23/2014, maka potensi kerugian hak konstitusional para Pemohon dapat dihindari.(*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Andhini S.F