JAKARTA, HUMAS MKRI – Sidang perbaikan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (22/3/2022). Kuasa hukum Pemohon, Taufik Himawan dan Oktavia Sastray hadir secara daring dalam persidangan panel yang dipimpin Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul.
Secara keseluruhan, menurut para kuasa hukum Pemohon, tidak terlalu banyak perbaikan dalam permohonan Pemohon. Namun tetap ada perbaikan permohonan, yakni mengenai penulisan gelar Pemohon, kesalahan penulisan “para Pemohon” diperbaiki menjadi “Pemohon”, serta menghilangkan kata “mengadili” dalam petitum.
Baca juga: Seorang Wiraswasta Persoalkan Klaster-Klaster dalam UU HPP
Sebelumnya, Priyanto yang berprofesi sebagai wiraswastawan dan Pemohon Perkara 19/PUU-XX/2022 ini menguji Pasal 4 angka 1 berikut Penjelasannya, Pasal 4 angka 2 berikut Penjelasannya, Pasal 4 angka 6 berikut Penjelasannya, Bab V berikut Penjelasannya, Pasal 13 ayat (4), ayat (10), ayat (11), ayat (15) berikut Penjelasannya dan Pasal 14 angka 1, 2, 3 berikut Penjelasannya. Pemohon diwakili tim kuasa hukum dari “Kantor Hukum Pro Humania”. Mengenai alasan-alasan permohonan dijelaskan oleh salah seorang kuasa Pemohon, Dian Prinoegroho. Terkait klaster Pajak Penghasilan (PPh), Dian mengatakan bahwa materi muatan Pasal 7 ayat (3) dalam Pasal 3 angka 1 UU HPP bertentangan dengan Pasal 22 huruf d UUD 1945. Kemudian materi muatan Pasal 17 ayat (2) dalam Pasal 3 angka 3 UU HPP bertentangan dengan Pasal 22 huruf g UUD 1945.
Selanjutnya untuk klaster Pajak Pertambahan Nilai (PPN), ungkap Dian, Pasal 4A UU PPN berikut Penjelasannya telah diubah dalam Pasal 4 angka 1 UU HPP dengan menghapuskan barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan rakyat banyak yakni jasa pelayanan medis, jasa pelayanan sosial, dan jasa pendidikan dari objek yang dikecualikan dari objek PPN sehingga objek-objek tersebut tidak dapat dikenai PPN.
Menurut Pemohon, sekalipun dalam ketentuan Pasal 16B ayat (1) huruf a, huruf j angka 6 UU PPN dalam Pasal 4 angka 6 UU HPP membebaskan tarif PPN 11 persen dalam jasa layanan pendidikan, bagaimanapun tidak layak dan tidak tepat dijadikan objek PPN. Sebab jasa pendidikan merupakan jasa yang mulia dan bukan merupakan kegiatan transaksional ekonomi. Hak dan kebebasan mendapatkan pendidikan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 28C ayat (1) dan Pasal 31 ayat (1) UUD 1945.
Berikutnya, Pemohon mendalilkan terkait klaster pengampunan pajak. Dalam Bab V Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak UU HPP, memuat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 5 sampai Pasal 12 materi muatan yang diatur dalam Bab V UU HPP tersebut pada hakekatnya merupakan Program Pengampunan Pajak yang dijalankan oleh negara melalui UU No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.(*)
Penulis: Nano Tresna Arfana
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayudhita