BOGOR, HUMAS MKRI - Hari ketiga Kegiatan Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Bagi Guru Penggerak Angkatan I kerja sama MK dan Kemendikbud Ristek digelar pada Rabu (16/3/2022) di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua Bogor. Hakim Konstitusi Suhartoyo hadir menampilkan materi “Hukum Acara Mahkamah Konstitusi”.
Memulai pembicaraan, Suhartoyo menjelaskan Mahkamah Konstitusi (MK) mempunyai kewenangan yang diturunkan dari Konstitusi, sesuai Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 serta UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi maupun UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Selain itu ada kewenangan MK dalam mengadili perselisihan hasil pilkada yang tidak diturunkan dari Konstitusi, tetapi dari Pasal 157 UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Kewenangan ini bersifat sementara sampai dibentuknya peradilan khusus pemilu.
Suhartoyo melanjutkan, Hukum Acara MK sangat berkaitan empat kewenangan MK yaitu menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara, memutus pembubaran parpol, memutus perselisihan hasil pemilu serta kewajiban MK memutus pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. “Masing-masing kewenangan dan kewajiban MK tersebut memiliki hukum acara yang berbeda-beda. Dalam pengujian undang-undang yang ada hanya Pemohon, tidak ada Termohon,” jelas Suhartoyo.
MK Berwenang Uji Perpu
Dalam perkembangannya pelaksanaan kewenangannya, lanjut Suhartoyo, Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 50 UU No. 24 Tahun 2003 bertentangan dengan UUD 1945. Pasal 50 memuat ketentuan yang menyatakan undang-undang yang dapat diuji di Mahkamah Konstitusi adalah undang-undang yang diundangkan setelah Perubahan UUD 1945. Pasal tersebut dinyatakan inkonstitusional berdasarkan Putusan No. 066/PUU-II/2004 (Pengujian UU No. 1 Tahun 1987 tentang Kadin).
Di samping itu, ungkap Suhartoyo, Mahkamah Konstitusi juga berwenang menguji Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu). Dengan pertimbangan bahwa Perpu menimbulkan norma hukum baru yang kekuatan berlakunya sama dengan undang-undang. Mengenai pengujian undang-undang mencakup pengujian formil sebagai pengujian undang-undang yang berkenaan dengan proses pembentukan UU dan hal-hal lain yang tidak termasuk pengujian materiil. Selain itu ada pengujian materiil sebagai pengujian undang-undang yang berkenaan dengan materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
Ditegaskan Suhartoyo, dalam pengujian undang-undag dikenal dengan permohonan, bukan gugatan. Karena pada hakikatnya hanya ada satu pihak yaitu Pemohon atau voluntair. Presiden/Pemerintah dan DPR dan lembaga negara lainya bukan sebagai Pihak Termohon, namun hanya sebagai pemberi keterangan. Selain itu, Putusan MK bersifat erga omnes, meskipun dimohonkan oleh perseorang/individu, namun keberlakuan putusan secara umum dan memengaruhi hukum di Indonesia.
Tidak Harus Advokat
Selanjutnya, kata Suhartoyo, yang dapat mengajukan sebagai Pemohon di persidangan MK, pertama adalah perorangan warga negara. Berikutnya, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum publik atau privat, serta lembaga negara. Permohonan ke MK dapat dilakukan secara offline atau datang langsung ke MK maupun secara online. Kemudian mengenai pemberian kuasa untuk persidangan di MK, sambung Suhartoyo, Pemohon dan atau Termohon dapat didampingi kuasa, sedangkan badan hukum publik atau privat bisa didampingi kuasa atau menunjuk kuasa.
“Kuasa hukum dalam persidangan MK tidak harus advokat, sepanjang menguasai dengan baik Hukum Acara MK. Di MK dikenal adanya pendamping, sepanjang bisa membantu kepentingan-kepentingan prinsipal dengan membuat surat keterangan kepada MK,” ucap Suhartoyo yang juga menerangkan format pengujian undang-undang yaitu terdiri atas identitas Pemohon, Kewenangan Mahkamah, kedudukan hukum, posita, petitum.
Suhartoyo juga menerangkan sejumlah alasan pemohon menguji undang-undang ke MK, antara lain hak-hak konstitusional pemohon yang dirugikan oleh berlakunya undang-undang, kerugian konstitusionalnya bersifat spesifik, aktual dan potensial. Selain itu harus ada korelasi, hubungan sebab akibat antara hak konstitusional yang dijamin oleh UUD dengan berlakunya undang-undang.
Teknik Penyusunan PUU
Usai paparan materi dari Suhartoyo, kegiatan berlanjut dengan pemaparan materi “Teknik Penyusunan Permohonan Pengujian UU Terhadap UUD NRI Tahun 1945” oleh Panitera Pengganti MK Saiful Anwar. Dijelaskan Saiful, setelah mendapatkan materi hukum acara pengujian undang-undang, para guru akan mempelajari bersama bagaimana teori dan cara penyusunan permohonan pengujian undang-undang.
Dikatakan Saiful, perkara pengujian undang-undang adalah perkara yang hanya satu pihak, yang diuji adalah norma undang-undang. Ada Pemohon tetapi tidak ada Termohon atau lawan. Selanjutnya ia menjelaskan para pihak dalam sidang PUU, yakni Pemohon, Pemberi Keterangan dan Pihak Terkait. Ketiganya dapat diwakili oleh kuasa hukum berdasarkan surat kuasa khusus dan/atau didampingi oleh pendamping berdasarkan surat keterangan.
Sedangkan Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangankonstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya undang-undang, yaitu perorangan warga Negara Indonesia atau termasuk kelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama, kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang, serta badan hukum publik atau privat, maupun lembaga negara.
Mengenai Pemberi Keterangan, jelas Saiful, Mahkamah Konstitusi dapat meminta keterangan dan/atau risalah rapat yang berkenaan dengan permohonan yang sedang diperiksa kepada MPR, DPR, DPD, dan/atau Presiden. Selain itu, Keterangan Pemberi Keterangan sekurang-kurangnya memuat uraian yang jelas mengenai fakta yang terjadi saat proses pembahasan dan/atau risalah rapat dari undang-undang atau perpu yang dimohonkan pengujian oleh Pemohon, termasuk hal-hal lain yang dianggap perlu oleh Pemberi Keterangan atau yang diminta oleh Mahkamah.
Kemudian yang disebut Pihak Terkait adalah pihak yang berkepentingan langsung dan/atau tidak langsung dengan pokok permohonan. Pihak Terkait yang berkepentingan langsung adalah pihak yang hak dan/atau kewenangannya secara langsung terpengaruh kepentingannya oleh pokok permohonan. Pihak Terkait yang berkepentingan tidak langsung adalah pihak yang hak, kewenangan, dan/atau kepentingannya tidak secara langsung terpengaruh oleh pokok permohonan tetapi karena kepeduliannya terhadap permohonan dimaksud.
Lebih lanjut Saiful memaparkan syarat-syarat pengajuan permohonan, yaitu permohonan dapat diajukan secara luring atau daring. Berkas permohonan sekurang-kurangnya terdiri atas: permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia sebanyak satu eksemplar asli yang ditandatangani oleh Pemohon/kuasa hukum, fotokopi identitas Pemohon/kuasa hukum dan surat kuasa serta AD/ART. Di samping itu, permohonan sekurang-kurangnya memuat identitas Pemohon dan/atau kuasa hukum, Kewenangan Mahkamah, kedudukan hukum Pemohon, alasan permohonan (posita) dan petitum.
Kegiatan berlanjut dengan praktik penyusunan permohonan pengujian undang-undang. Para peserta kegiatan dibagi dalam kelompok-kelompok kelas terpisah untuk belajar menyusun sistematika dan format permohonan sesuai yang didapat dari materi sebelumnya. Setelah itu, para peserta melanjutkan tugas mandiri praktik penyusunan permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD Negara Repulik Indonesia Tahun 1945.
Kegiatan Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Bagi Guru Penggerak I berlangsung selama empat hari, Senin – Kamis (14 – 17/3/2022) dan diikuti sebanyak 350 orang peserta. Dalam kegiatan tersebut, hadir sejumlah narasumber yang membahas mengenai Pancasila dan Konstitusi. (*)
Penulis: Nano Tresna Arfana
Editor: Lulu Anjarsari P.