SURABAYA, HUMAS MKRI - Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menjadi narasumber dalam acara diskusi dan silaturahmi dengan tema “Merawat Pancasila dalam Hal Berbudaya dan Berbangsa di Dunia Digitalisasi”. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Surabaya pada Sabtu (12/3/2022), di SC GMKI cabang Surabaya.
Daniel memaparkan kedudukan Pancasila sebagai ideologi negara. Pancasila merupakan manisfestasi nilai-nilai yang hidup di masyarakat. Nilai-nilai tersebut menjadi way of life masyarakat Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Nilai ini menjadi kausa material Pancasila yang lahir dari wajah asli dan karakter bangsa Indonesia.
Selanjutnya Daniel memaparkan tafsir MK dalam transformasi digital. Menurut MK, dihapuskannya larangan dan pemidanaan dalam Pasal 32 dan Pasal 48 UU ITE justru akan menimbulkan potensi kerugian yang besar bagi warga negara pada umumnya. Kerugian demikian terutama berkaitan erat dengan kepastian hukum akan kepemilikan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik serta jaminan akan keaslian isinya.
Lebih lanjut Daniel menegaskan di satu sisi potensi kerugian para pemohon memang dapat hilang seiring hapusnya kekuatan mengikat norma Pasal 32 dan Pasal 48 UU ITE. Akan tetapi di sisi lain, pada kasus berbeda informasi dan/atau dokumen elektronik yang dimiliki atau dibuat oleh para pemohon justru berpotensi tidak terlindungi manakala Pasal 32 dan Pasal 48 tidak ada. Hal demikian karena konstruksi Pasal 32 juncto Pasal 48 UU ITE adalah perlindungan atas hak seseorang atas informasi atau dokumen elektronik yang dimilikinya.
Dalam diskusi ini, Daniel juga memaparkan empat kewenangan dan satu kewajiban MK. Terkait kewenangan MK termaktub dalam Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. Pertama, MK berwenang menguji UU terhadap UUD. Kedua, MK berwenang memutus sengketa kewenangan lembaga negara. Kemudian MK juga berwenang memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu. Sedangkan kewajiban MK adalah memutus pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran Presiden dan/atau Wakil Presiden. Selain itu ada kewenangan tambahan dari MK yakni memutus perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (pilkada).
Mengenai Putusan MK, Daniel mengatakan bahwa MK mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. Putusan MK memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum. Putusan MK bersifat erga omnes. Norma yang telah dibatalkan oleh MK tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat meskipun norma yang sama diatur dalam UU lain yang tidak/belum dimohonkan pengujian ke MK.
Kemudian mengenai amar Putusan MK. Daniel menjelaskan, ada putusan MK yang menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard, NO). Kemudian putusan yang menyatakan permohonan Pemohon dikabulkan sebagian atau seluruhnya. Ada pula putusan yang menolak sebagian atau seluruh permohonan Pemohon. Amar putusan ada pula yang bersifat konstitusional bersyarat (conditionally constitutional) maupun inkonstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional).
Penulis: Bayu Wicaksono.
Editor: Nur R.