SURABAYA, HUMAS MKRI – Pengertian “dikuasai negara” dalam Pasal 33 UUD 1945 mengandung pengertian lebih luas dari pemilikan dalan konsepsi hukum perdata. Konsep penguasaan oleh negara merupakan konsepsi hukum publik yang berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dianut dalam UUD 1945, baik dalam bidang politik maupun ekonomi.
“Dalam paham kedaulatan rakyat itu, rakyatlah yang diakui sebagai sumber, pemilik, sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bernegara. Dalam pengertian kekuasaan tertinggi tersebut, tercakup pula pengertian pemilikan publik oleh rakyat secara kolektif,” kata Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh saat memberikan kuliah umum kepada para mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS), Jumat (11/3/2022).
Daniel yang menyajikan materi “Mahkamah Konstitusi & Tafsir Ekonomi Pancasila” selanjutnya menerangkan pengertian sistem ekonomi Pancasila menurut pandangan pakar Mubyarto. Sistem ekonomi Pancasila bercirikan roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral. Disamping itu, adanya kehendak kuat dari seluruh masyarakat ke arah keadaan pemerataan sosial, sesuai asas-asas kemanusiaan serta prioritas kebijakan ekonomi adalah penciptaan perekonomian nasional yang tangguh yang berarti nasionalisme menjiwai tiap kebijaksanaan ekonomi.
“Selain itu menurut Mubyarto, sistem ekonomi Pancasila bercirikan koperasi merupakan sokoguru perekonomian dan merupakan bentuk paling konkret dari usaha bersama. Juga adanya imbangan yang jelas dan tegas antara perencanaan di tingkat nasional dengan desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi dan sosial,” urai Daniel yang juga menjelaskan Pancasila adalah manisfestasi dari nilai-nilai yang hidup di masyarakat. Nilai-nilai tersebut menjadi way of life masyarakat Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Ia menjadi kausa material Pancasila yang lahir dan wajah asli dari karakter bangsa Indonesia itu sendiri.
Sebesar-besar Kemakmuran Rakyat
Dalam UUD 1945, ujar Daniel, pengaturan terkait perekonomian nasional diatur dalam Pasal 33 yang berbunyi sebagai berikut: ayat (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasaratas asas kekeluargaan; ayat (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; ayat (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat; ayat (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional; ayat (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Dengan demikian, kata Daniel, rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad) dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh negara dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perizinan (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (concessie).
Kewenangan MK
Dalam kuliah umum ini, Daniel juga memaparkan empat kewenangan dan satu kewajiban MK. Terkait kewenangan MK termaktub dalam Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. Pertama, MK berwenang menguji UU terhadap UUD. Kedua, MK berwenang memutus sengketa kewenangan lembaga negara. Kemudian MK juga berwenang memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu. Sedangkan kewajiban MK adalah memutus pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Selain itu ada kewenangan tambahan dari MK yakni memutus perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (pilkada). Kewenangan tambahan tersebut berdasarkan pertimbangan hukum Putusan MK No. 97/PUU-XI/2013 yang menyatakan, “Menimbang bahwa untuk menghindari keragu-raguan, ketidakpastian hukum serta kevakuman lembaga yang berwenang menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah karena belum adanya undang-undang yang mengatur mengenai hal tersebut, maka penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah tetap menjadi kewenangan Mahkamah”.
Kemudian dikuatkan dengan Pasal 157 ayat (3) UU No. 10 Tahun 2016 yang menyebutkan, “Perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus.”
Berikutnya, Daniel menjelaskan sejumlah fungsi MK yaitu sebagai Pengawal Konstitusi, Pengawal Demokrasi, Pengawal Ideologi Negara, Pelindung Hak Asasi Manusia, Pelindung Hak Konstitusional Warga Negara, serta Penafsir Akhir Konstitusi.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.