JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali memutuskan tidak dapat menerima permohonan pengujian Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang mengatur ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold), Kamis (24/2/2022) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan diajukan oleh tiga anggota DPD RI yaitu Tamsil Linrung, Fahira Idris, dan Edwin Pratama Putra.
Selengkapnya Pasal 222 UU Pemilu menyatakan, “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.”
Mahkamah dalam Putusan Nomor 6/PUU-XX/2022 ini merujuk berdasarkan pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 66/PUU-XIX/2021. Terkait dengan kualifikasi Tamsil Linrung, Fahira Idris, dan Edwin Pratama Putra (para Pemohon) sebagai perseorangan warga negara Indonesia yang memiliki hak untuk memilih, menurut Mahkamah para Pemohon telah mengetahui hasil hak pilihnya dalam Pemillu Legislatif Tahun 2019 akan digunakan juga sebagai bagian dari persyaratan Ambang Batas Pencalonan Pasangan Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2024 yang hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu. Oleh karena itu, menurut Mahkamah, tidak terdapat kerugian konstitusional para Pemohon.
Persoalan jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan
berkontestasi dalam pemilihan presiden dan wakil presiden tidak berkorelasi
dengan norma Pasal 222 UU Pemilu karena norma a quo tidak membatasi jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berhak mengikuti pemilihan presiden dan wakil presiden. Dengan demikian, selain para Pemohon tidak memiliki kerugian konstitusional dengan berlakunya norma Pasal 222 UU Pemilu, juga tidak terdapat hubungan sebab akibat norma a quo dengan hak konstitusional para Pemohon sebagai pemilih dalam Pemilu.
Demikian juga dalam kualifikasi para Pemohon sebagai anggota DPD, Mahkamah tidak menemukan adanya kerugian konstitusional para Pemohon dan tidak ada hubungan sebab akibat dengan pelaksanaan tugas dan kewenangan para Pemohon dalam menyerap aspirasi masyarakat daerah, karena pemberlakuan norma Pasal 222 UU Pemilu tidak mengurangi kesempatan putra-putri terbaik daerah untuk menjadi calon presiden atau wakil presiden sepanjang memenuhi persyaratan dan diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu.
Menurut Mahkamah, para Pemohon juga tidak memenuhi kualifikasi perseorangan warga negara yang memiliki hak untuk dipilih sehingga dapat dianggap memiliki kerugian hak konstitusional dengan berlakunya ketentuan norma Pasal 222 UU Pemilu, karena tidak terdapat bukti adanya dukungan bagi para Pemohon untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dari partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu atau setidak-tidaknya menyertakan partai politik pendukung untuk mengajukan permohonan bersama dengan para Pemohon.
“Berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum di atas, menurut Mahkamah, para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo,” ujar Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh yang membacakan pertimbangan putusan Mahkamah.
Baca juga:
Lagi, Aturan Ambang Batas Pencalonan Presiden Diuji
Anggota DPD Perbaiki Permohonan Uji Syarat Ambang Batas Pencalonan Presiden
Penulis: Nano Tresna Arfana
Humas: Fitri Yuliana.
Editor: Nur R.