JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan permohonan Ferry Joko Yuliantono tidak dapat diterima. Ferry menguji Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
“Amar putusan, mengadili, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” tegas Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 66/PUU-XIX/2021, Kamis (24/2/2022) di Ruang Sidang Pleno MK.
Pasal 222 UU Pemilu mengatur ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Selengkapnya Pasal 222 UU Pemilu menyatakan, “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.”
Menurut Mahkamah, Pemohon tidak memiliki kerugian konstitusional dengan berlakunya norma Pasal 222 UU Pemilu. Selain itu, tidak terdapat hubungan sebab akibat norma a quo dengan hak konstitusional Pemohon sebagai pemilih dalam Pemilu.
Adapun berkenaan dengan kedudukan Pemohon sebagai Wakil Ketua Umum Partai Gerindra sehingga memiliki hak untuk dipilih, Pemohon dalam persidangan pendahuluan tanggal 6 Januari 2022 menyatakan diri bukan sebagai pihak yang mewakili Partai Gerindra sehingga tidak melampirkan surat izin dari partai.
Disamping itu, Pemohon tidak pula menjelaskan sebagai pihak yang mendapat dukungan atau dicalonkan sebagai presiden atau wakil presiden dari Partai Gerindra atau gabungan partai lainnya serta tidak terdapat bukti yang berkenaan dengan syarat pencalonan. Oleh karena itu, menurut Mahkamah, tidak terdapat kerugian konstitusional sebagaimana yang dimaksud oleh Pemohon, seandainya Pemohon didukung oleh Partai Gerindra atau gabungan partai lainnya untuk mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden maka semestinya Pemohon menunjukkan bukti dukungan itu kepada Mahkamah.
“Berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, menurut Mahkamah, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Menimbang bahwa meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, namun dikarenakan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, Mahkamah tidak mempertimbangkan pokok permohonan,” kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat yang membacakan pertimbangan Mahkamah.
Pendapat Berbeda
Dalam Putusan Nomor 66/PUU-XIX/2021 tersebut, empat hakim konstitusi yaitu Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, Hakim Konstitusi Suhartoyo, dan Hakim Konstitusi Saldi Isra memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion) ihwal kedudukan hukum Pemohon.
“Setelah membaca secara saksama penjelasan dan argumentasi Pemohon serta ditambah dengan beberapa putusan Mahkamah Konstitusi perihal ambang batas pengajuan calon Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana saat ini diatur dalam Pasal 222 UU 7/2017 yang pernah diputus sebelumnya, Pemohon seharusnya dinyatakan memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo,” kata Hakim Konstitusi Manahan membacakan pendapat berbeda.
Penulis: Nano Tresna Arfana
Humas: Muhammad Halim
Editor: Nur R.