JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu), pada Selasa (8/2/2022) di Ruang Sidang Pleno MK. Sidang perkara Nomor 7/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Ikhwan Masyur Situmeang yang berprofesi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Ia mengujikan Pasal 222 UU Pemilu yang dinilai membatasi jumlah calon presiden yang maju dalam Pemilu 2024 dan bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.
Dalam sidang kedua tersebut, Pemohon mempertegas permohonan yang dimohonkan pada Mahkamah terhadap pemberlakuan ketentuan ambang batas pencalonan presiden yang termuat pada Pasal 222 UU Pemilu. “Petitum, memohon agar Mahkamah mengabulkan permohonan Pemohon. Memohon pada Mahkamah untuk menyatakan Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945,” ucap Ikhwan pada sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Daniel Yusmic P. Foekh di Ruang Sidang Pleno MK.
Baca juga: Aturan Presidential Threshold Dinilai Batasi Jumlah Calon Presiden
Pada sidang sebelumnya, Pemohon menyebutkan Pasal 222 UU Pemilu tidak memiliki konsistensi dengan Pasal 6A UUD 1945 karena dalam Pasal 6A UUD 1945 tidak disebutkan nominal persen ambang batas pencalonan presiden. Dalam Pasal 222 memberlakukan presidential threshold sebagai ambang batas yang justru membatasi jumlah calon presiden. Sehingga struktur Pasal 222 tidak memiliki kekonsistensian dengan Pasal 6A UUD 1945.
Dalam permohonannya, Pemohon juga mendalilkan Pasal 222 UU Pemilu justru berdampak pada tiadanya kesempatan masyarakat untuk menilai calon-calon pemimpin bangsa yang dihasilkan dari partai politik peserta pemilu nantinya. Menurut Pemohon pula, ketentuan ambang batas tersebut dapat mempengaruhi masa depan demokrasi dan membiarkan ketentuan tersebut berarti membiarkan diri tercengkeram politik oligarki. Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah membatalkan keberlakuan Pasal 222 UU Pemilu. Pemohon juga meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945.(*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina