MEDAN, HUMAS MKRI - Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menjadi narasumber dalam Webinar Magister Ilmu Hukum dan Fakultas Hukum Universitas Medan Area. Mengangkat tema “Kesiapan MK Dalam Menghadapi Gugatan Persiapan Perselisihan Hasil Pemilu 2024”, kegiatan ini diselenggarakan pada Jumat (4/2/2022) secara luring maupun daring.
Dalam paparannya, Daniel mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) lahir di era reformasi setelah amendemen UUD 1945. Keberadaan MK dijelaskan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945. Selain itu, dalam Pasal 2 UU MK, dijelaskan bahwa MK merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Daniel juga menyebutkan empat kewenangan MK dalam Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 dan satu kewajiban MK dalam Pasal 24C Ayat (2) UUD 1945. Daniel juga menyinggung kewenangan MK dalam perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh MK sampai dibentuknya badan peradilan khusus.
Selanjutnya, terkait dengan pengajuan permohonan ke MK dapat dilakukan apabila Pemohon mengalami kerugian konstitusional, adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945 dianggap dirugikan oleh berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian. Kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi.
Sedangkan mengenai putusan bersifat erga omnes, Daniel menjelaskan, meskipun dimohonkan oleh perseorangan/individu, namun keberlakuan putusan mengikat seluruh warga (umum) dan memengaruhi politik hukum di Indonesia. Amar putusan dapat berupa permohonan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard), ditolak, atau dikabulkan.
Selain itu, Daniel memaparkan varian lain dari putusan MK meliputi konstitusional bersyarat (conditionally constitutional), misalnya Putusan MK Nomor 10/PUU-VI/2008. Inkonstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional), misalnya Putusan MK Nomor 4/PUU-VII/2009. Menunda keberlakuan putusan, misalnya Putusan MK Nomor 016-PUU-IV/2006. Merumuskan norma baru, misalnya Putusan Nomor 102/PUU-VII/2009.
Mengenai kesiapan MK dalam menghadapi Gugatan Perselisihan Pemilu 2024, MK sudah mempersiapkan segala hal terkait adanya kemungkinan permohonan sengketa setelah pemungutan suara. Menurutnya, hal yang dilakukan pertama oleh MK, yakni memberikan pelatihan kepada pihak-pihak yang akan terlibat dalam penyelesaian sengketa di MK. “Jadi kita lakukan bimbingan teknis dengan KPU, Bawaslu, partai politik, advokat oleh MK,” ujarnya.
Daniel menambahkan secara teknis mengenai penyelenggaraan persidangan. MK masih menunggu perkembangan situasi dan kondisi untuk memutuskan akan menggelar sidang sengketa pemilu dilakukan secara online ataupun offline.
Sementara, Panitera Pengganti Wilma Silalahi menjelaskan aspek-aspek umum dalam hukum acara MK, yaitu pengajuan permohonan, alat bukti, persidangan, dan putusan. Untuk pengajuan permohonan diajukan dalam bentuk tertulis dalam bahasa Indonesia dengan beberapa ketentuan pengajuan permohonan lainnya dan dalam pengajuan tidak dipungut biaya. Sehubungan dengan alat bukti dapat berupa tulisan dalam surat, keterangan saksi, para pihak, dan alat bukti lain berupa informasi yang dapat disimpan secara elektronik. (*)
Penulis: Bayu Wicaksono
Editor: Lulu Anjarsari P.