Ketentuan UU menyebutkan wajib bagi setiap calon membuat karya ilmiah. Suara dari LSM justru menyarankan seharusnya karya ilmiah bukan satu-satunya parameter menentukan kualitas calon.
Sial betul nasib empat calon hakim agung yang sedang diseleksi oleh Komisi Yudisial (KY). Gara-gara tak pekerjaan rumah membuat karya ilmiah, keempat calon tersebut dinyatakan gugur dalam proses seleksi. Koordinator Bidang Penilaian Prestasi Hakim dan Seleksi Hakim Agung, Mustafa Abdullah menegaskan hal itu di KY, Kamis (17/4). âAda empat calon hakim agung non karir yang tak buat karya tulis. Sehingga sekarang yang lolos syarat administrasi adalah 45 orang,â jelasnya.
Sebelumnya, KY memang telah meloloskan 51 nama calon hakim agung. Dua calon yang berlatar belakang militer ditunda sampai seleksi periode berikutnya, karena saat ini Mahkamah Agung (MA) belum membutuhkan hakim agung militer. âPeriode ini hanya membutuhkan calon hakim agung berlatar belakang peradilan umum dan tata usaha negara,â ujarnya. âDua calon itu masuk waiting list utk periode selanjutnya,â tambahnya.
Mustafa menjelaskan pembuatan karya ilmiah merupakan kewajiban yang diatur dalam UU No 22 Tahun 2004 tentang KY. Pasal 18 ayat (2) berbunyi "Komisi Yudisial mewajibkan calon Hakim Agung menyusun karya ilmiah dengan topik yang telah ditentukan". Sedangkan ayat (3) nya menjelaskan bahwa "Karya ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sudah diterima Komisi Yudisial, dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari sebelum seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan". KY memang meminta agar setiap calon membuat makalah yang berjudul "Peran Hakim Agung, Metode Berpikir Yuridis dan Konsep Keadilan dalam Spirit Reformasi".
Kepala Biro Seleksi dan Penghargaan KY Eddy Hary Susanto mengaku sudah mengingatkan keempat calon itu. âKita sudah ingatkan (melalui telepon,-red) batas akhirnya 11 April,â ungkapnya. Bahkan, Eddy mengaku menunggu karya ilmiah sampai Selasa (15/4) untuk jaga-jaga bila keempat calon itu mengirimnya via pos. Sayangnya, baik Mustafa dan Eddy enggan menyebutkan siapa keempat hakim agung yang dimaksud.
Sementara itu, Peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) Arsil mengatakan seharusnya karya ilmiah bukan satu-satunya parameter yang digunakan untuk meneliti kompetensi calon hakim agung. Memang, masih ada metode lain yang digunakan KY, seperti karya profesi dalam dua tahun terakhir dan pemecahan masalah hukum (legal case problem solving). Namun, metode tersebut dalam praktek sering menimbulkan kerancuan.
Arsil mencontohkan soal pembuatan karya profesi dalam dua tahun. Itu beberapa calon, mungkin itu merupakan hal yang biasa. âNamun, bagaimana hakim karier yang sudah tak memegang putusan karena menjabat di kepaniteraan?â tanyanya. âAtau advokat senior yang sudah tak memegang kasus lagi,â tambahnya.
Untuk hal semacam ini, KY akan mengcovernya dengan menggelar tes potensi akademik. Mustafa menjelaskan proses ini bertujuan untuk melihat apakah para calon itu masih belajar. âKalau seorang juris dari Sarjana Hukum, selama dua tahun dia tak belajar lagi. Maka dia bukan menjadi SH lagi, tetapi barang antik,â jelasnya mengutip pendapat seorang ahli dari luar negeri.
Mustafa beralasan bila calon hakim agung tak pernah membaca buku lagi maka keadilan tak akan pernah tercapai. âYang tercapai cuma kepastian hukum saja,â ujarnya. Karena hanya merujuk pada ketentuan undang-undang saja. Saran "Budaya Membaca" tampaknya sudah menjadi salah satu perhatian KY. Akhir pekan lalu, Ketua KY Busyro Muqoddas mendukung kenaikan tunjangan hakim agung dengan alasan hakim agung harus mempunyai dana yang cukup untuk membeli literatur hukum asing.
Rekomendasi
Selain urusan metode-metode menguji kompetensi calon, KY juga menerapkan sistem rekomendasi untuk menguji integritas calon. Konsep ini baru pertama kali diterapkan KY. Teknisnya adalah masing-masing calon melampirkan rekomendasi dari tiga tokoh. Rekomendasi itu berguna untuk menggambarkan dukungan yang diperoleh seorang calon.
Di samping itu, jelas Mustafa, KY bisa mengecek ke tokoh-tokoh yang memberikan rekomendasi. âKita akan tanya, bagaimana integritas si calon,â tuturnya. Arsil menilai konsep ini hanya efektif diterapkan untuk calon hakim non karir saja. Untuk, calon hakim karir, rekomendasi sudah pasti berasal dari petinggi MA seperti Bagir Manan.
Mustafa mengakui setiap kebijakan memang akan menimbulkan pro dan kontra. Namun, ia menegaskan bahwa konsep ini sudah dipikirkan secara matang. Ia mengungkapkan bahwa konsep itu muncul setelah KY mengadakan diskusi dengan orang-orang tenar di dunia hukum seperti, Advokat Senior Nono Anwar Makarim, Anggota Watimpres Adnan Buyung Nasution, mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar, dan Pakar Hukum Pidana Internasional Romli Atmasasmita. (Ali)
Sumber www.hukumonline.com
Foto www.google.co.id