JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan pengujian Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) pada Kamis (6/1/2022). Sidang Perkara Nomor 66/PUU-XIX/2021 ini diajukan oleh Ferry Joko Yuliantono, diwakili kuasa hukum Refly Harun dkk.
Ferry Joko Yuliantono (Pemohon) menguji Pasal 222 UU Pemilu yang menyatakan, “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoLeh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya”.
Terkait kedudukan hukum, Pemohon menjelaskan sebagai warga negara Republik Indonesia berusia 17 (tujuh belas) tahun ke atas, yang berdasarkan Pasal 1 angka 34 UU Pemilu memiliki hak untuk memilih dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden, “Pemilih Warga Negara Indonesia yang sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin atau sudah pernah kawin”.
Menurut Pemohon, hak memilih (right to vote) adalah hak konstitusional yang merupakan
turunan dari hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan (right to participate in
government) sebagaimana dijamin Pasal 27, Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945.
Pemohon menegaskan, ketentuan Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebanyak paling sedikit perolehan kursi 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya telah terbukti mengurangi atau membatasi hak konstitusional untuk memilih (right to vote) Pemohon dalam pemilihan presiden/wakil presiden. Oleh karenanya harus dipandang sebagai sebuah kerugian konstitusional,”
Pemohon beranggapan, tidak benar masalah ambang batas presiden hanya terkait dengan
eksistensi partai politik kendati hanya partai politik yang dapat mengajukan calon
presiden dan wakil presiden sebagaimana tercantum dalam Pasal 6A ayat (2) Perubahan Ketiga UUD 1945.
“Sejatinya, partai politik hanyalah kendaraan bagi para calon presiden dan
calon wakil presiden, sedangkan penerima manfaat utama dari penyelenggaraan
pemilihan presiden dan wakil presiden adalah warga negara termasuk Pemohon,” ujar Refly Harun kepada Panel Hakim MK.
Putusan Presidential Threshold
Ketua MK Anwar Usman menasihati Pemohon untuk memeriksa putusan-putusan MK mengenai ambang batas pencalonan presiden. Anwar mengungkapkan, setidaknya MK telah memutus setidaknya 17 putusan mengenai ambang batas pencalonan presiden. “Menurut catatan kami, ada 17 Putusan MK terkait presidential threshold. Tolong ini diperiksa kembali,” ungkap Anwar.
Nasihat serupa juga dikemukakan Hakim Konstitusi Arief Hidayat. “Tolong dibaca, supaya Mahkamah bisa berpendapat lain, apakah Pemohon Prinsipal memiliki kedudukan hukum atau tidak. Agar diperkuat narasi-narasi, argumentasi-argumentasi tidak sekadar Pemohon Prinsipal hanya warga negara yang mempunyai hak pilih,” urai Arief.
Sementara itu Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menyoroti posisi Pemohon dalam struktur kepengurusan partai politik. Pemohon harus menjelaskan kapasitasnya sebagai Wakil Ketua Umum Partai Gerindra atau sebagai warga negara.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
Humas: Muhammad Halim.