TASHKENT, HUMAS MKRI - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) Aswanto melakukan pertemuan bilateral dengan Ketua Mahkamah Agung Uzbekistan Kozimdjan Kamilov pada Selasa (21/12/2021). Didampingi sejumlah hakim agung dan pejabat, Kamilov menyambut hangat kedatangan Aswanto yang didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic serta delegasi MKRI. Kamilov mengaku senang dan mengungkapkan rasa terima kasih atas pertemuan tersebut.
Menurut Kamilov, pertemuan bilateral semacam ini secara umum akan semakin memperkuat hubungan antara Uzbekistan dengan Indonesia. Dalam konteks peradilan, pertemuan ini pastinya akan meningkatkan hubungan baik di antara peradilan di kedua negara.
“Dalam lima tahun terakhir, banyak perkembangan yang terjadi dalam sistem peradilan di Uzbekistan. Perkembangan tersebut dimaksudkan untuk semakin mendekatkan masyrakat kepada lembaga peradilan. Ujung dari semua itu adalah terpenuhinya perlindungan hak asasi bagi masyarakat Uzbekistan,” tutur Kamilov.
Lebih lanjut, Kamilov memaparkan sistem peradilan dan kewenangan yang dimiliki oleh lembaganya. Menurutnya, berdasarkan peraturan yang ada, MA Uzbekistan adalah badan tertinggi otoritas kehakiman di bidang peradilan perdata, pidana, ekonomi, dan administrasi. Selain itu, MA Uzbekistan memiliki kewenangan melakukan pengawasan kegiatan peradilan pada pengadilan di bawahnya. Lembaga ini juga tentunya menangani perkara-perkara kasasi yang diajukan kepadanya, dan juga kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Di hadapan delegasi Indonesia, Kamilov menerangkan bahwa MA Uzbekistan saat ini sedang mengembangkan teknologi informasi dalam menangani perkara untuk lebih mendekatkan peradilan dengan masyarakat. “Dulu sebelum diterapkan teknologi informasi, masyarakat merasa kesulitan untuk mengakses berbagai hal terkait dengan lembaga peradilan. Namun saat ini, mereka dengan mudah mendapatkan informasi apapun yang mereka butuhkan dengan sistem teknologi informasi yang telah dikembangkan oleh MA Uzbekistan,” papar Kamilov.
Sementara itu, Aswanto merespon paparan Kamilov dengan mengucapkan terima kasih atas sambutan hangat MA Uzbekistan. Pertemuan semacam ini merupakan momentum untuk bertukartambah wawasan dan informasi sekaligus peluang melakukan kerja sama antara kedua lembaga. Selanjutnya, ketika Kamilov meminta penjelasan mengenai sistem peradilan di Indonesia dan kewenangan MK Indonesia, Aswanto menjelaskan secara singkat terkait sistem peradilan di Indonesia. Menurut Aswanto, berdasarkan Pasal 24 ayat (2) UUD 1945, kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Khusus terkait MK, menurut Aswanto, lembaga ini berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
“Selain itu, MK juga mempunyai kewajiban untuk memberikan putusan atas pendapat DPR RI mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. Apabila MK memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR,” terang Aswanto.
MKRI, lanjut Aswanto, dibentuk pada 2003, dan sejak berdiri telah memutus sebanyak 3.113 perkara. Adapun sebanyak 1.469 putusan merupakan perkara pengujian UU. Putusan dalam perkara sengketa hasil pemilihan anggota legislatif dan pilpres sebanyak 676 perkara. Melalui kewenangan tambahan, MK telah memutus perkara pilkada sebanyak 1.133 perkara.
“Selain itu, MK juga telah menyelesaikan perkara perselisihan hasil pemilihan Presiden. Bahkan pada sengketa Pilpres tahun 2019, MK menerima penghargaan dari lembaga museum rekor Indonesia karena dianggap sebagai sidang paling terbuka, sidang paling banyak dokumen, dan sidang paling lama,” terang Aswanto.
Dalam kesempatan yang sama, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic menambahkan penjelasan berkenaan dengan sistem peradilan di Indonesia. Menurut Daniel, semenjak perubahan UUD 1945 tahun 1999-2002, sistem peradilan di Indonesia telah banyak berubah. “Berdasarkan Pasal 24 UUD 1945 di jelaskan bahwa Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dengan demikian, maka kekuasaan kehakiman hanya dilaksanakan oleh dua lembaga negara, yaitu Mahkamah Agung (beserta lembaga peradilan di bawahnya), dan oleh Mahkamah Konstitusi. Kedua lembaga tersebut secara konstitusioanl memiliki kewenangan yang berbeda,” pungkas Daniel.
Di akhir pertemuan, kepada Kamilov, Aswanto menyampaikan bahwa pada Oktober 2022 mendatang, MK Indonesia terpilih dan disepakati menjadi tuan rumah Kongres Kelima World Conference of Constitutional Justice. Rencananya, acara itu akan digelar di Bali. Untuk itu, Aswanto menyampaikan undangan lisan agar MA Uzbekistan untuk hadir berpartisipasi dan mengambil bagian dari acara tersebut. “Kami menyampaikan secara lisan undangan ini kepada Ketua MA Uzbekistam. Sementara, undangan tertulis resmi kami akan segera disampaikan”, pungkas Aswanto. Kamilov dan sejumlah Hakim Agung menyambut baik rencana serta undangan dimaksud dan akan menghadiri sekiranya situasi memungkinkan. Pertemuan diakhiri dengan saling bertukar cenderamata.(*)
Penulis: Abdul Ghoffar
Editor: Lulu Anjarsari P