JAKARTA, HUMAS MKRI – Berbagai pertanyaan disampaikan beberapa peserta Pendidikan Kader Pemimpin Muda Nasional Angkatan II Tahun 2021 kepada Peneliti Mahkamah Konstitusi (MK) Alboin Pasaribu, saat berkunjung ke MK pada Jumat (17/12/2021) siang.
Salah satu pertanyaan adalah mengenai hakim konstitusi yang berasal dari usulan Presiden, dikhawatirkan nantinya akan berpihak kepada Presiden. Alboin Pasaribu menjawab secara tegas, hal itu tidak akan terjadi.
“Salah satu syarat menjadi hakim konstitusi adalah bersikap adil dan negarawan. Ketika ia terpilih menjadi hakim, maka ia harus menanggalkan hubungan dengan lembaga pengusul. Ia harus objektif dan independen, sehingga tidak boleh terpaku pada lembaga yang mengusulkannya, termasuk organisasi apapun yg memberinya rekomendasi sebagai calon hakim konstitusi,” jelas Alboin yang didampingi moderator Irwan Indra selaku Tenaga Ahli Kemenpora.
Berikutnya, ada peserta yang menanyakan persiapan yang harus dilakukan jika hendak berperkara di MK, misalnya dalam hal sengketa pilkada. Alboin pun menerangkan bahwa sedari awal pihak yang berperkara dapat membangun tim yang solid dan mengumpulkan setiap bukti pelanggaran sejak pencalonan, kampanye, hingga pemungutan dan penghitungan suara.
Selain itu ada peserta yang menanyakan mekanisme atau proses berperkara di MK. Secara gamblang Alboin menyampaikan, tahapannya dimulai dari pengajuan permohonan, berlanjut ke sidang pendahuluan, sidang perbaikan permohonan, sidang pembuktian, hingga sidang pengucapan putusan.
“Jadwal dan tahapan kegiatan berperkara di MK diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi, yang bisa di-download dari laman MK. Bahkan MK juga memberikan bimtek atau sosialisasi penyusunan permohonan dan penyampaian keterangan kepada partai politik, para pasangan calon, masyarakat dan pemantau pemilu maupun pilkada. Disamping itu, MK juga telah menerima dan menghadiri berbagai undangan bagi pihak-pihak yang membutuhkan bimtek atau sejenisnya,” urai Alboin.
Kewenangan MK
Sebelumnya, dalam pertemuan dengan para peserta Pendidikan Kader Pemimpin Muda Nasional Angkatan II Tahun 2021 ini, Alboin memaparkan materi “Peran Mahkamah Konstitusi dalam Suksesi Kepemimpinan di Indonesia”.
Sesuai Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran parpol, memutus perselisihan tentang hasil pemilu. Sedangkan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 menegaskan MK wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. Kemudian sesuai Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009, MK menguji Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu). Selanjutnya sesuai Pasal 157 ayat (3) UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, MK mengadili perselisihan hasil pilkada.
Mengenai fungsi MK, dijelaskan Alboin, yaitu sebagai Pengawal Konstitusi, Pengawal Demokrasi, Pengawal Ideologi Negara, Pelindung Hak-Hak Asasi Manusia, Pelindung Hak-Hak Konstitusional Warga Negara, Penafsir Akhir Konstitusi.
Ragam Sengketa
Lebih lanjut, Alboin menguraikan ragam sengketa yang meliputi pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang ditangani KPU, pelanggaran administrasi pemilu yang ditangani Bawaslu, sengketa dalam proses penyelenggaraan pemilu yang ditangani DKPP, tindak pidana pemilu yang ditangani Sentra Gakkumdu, perselisihan hasil pemilu yang ditangani PN, PTUN, MA dan MK.
Alboin juga menjelaskan Asas-Asas Hukum Acara MK yakni independen dan imparsial; audi et alteram partum (hak untuk didengar secara seimbang); ius curia novit (pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara); hakim aktif dalam persidangan; persidangan terbuka untuk umum; peradilan cepat, sederhana dan tanpa biaya; praesumptio iustae causa (praduga keabsahan).
Sedangkan karakteristik putusan MK adalah putusan bersifat final dan mengikat (final and binding); berlaku sejak diucapkan dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum; erga omnes (berlaku umum, tidak hanya bagi para pihak saja).
Lainnya, Alboin mengungkapkan putusan-putusan MK yang merupakan land mark decision atau berpengaruh besar, yaitu Putusan Nomor 011-017/PUU-I/2003 (Pemulihan hak politik bagi mantan anggota PKI); Putusan Nomor 5/PUU-V/2007 (Calon independen dalam Pilkada); Putusan Nomor 47-81/PHPU.A-VI/2009 (Cara atau sistem “kesepakatan warga” atau noken di Papua); Putusan Nomor 102/PUU-VII/2009 (Penggunaan KTP dalam Pilpres/Pemilu); Putusan Nomor 14/PUU-XI/2013 (Pemilu serentak); Putusan Nomor 50/PUU-XII/2014 (Pilpres satu putaran jika hanya ada dua pasangan calon); Putusan Nomor 100/PUU-XIII/2015 (Pilkada dengan Calon Tunggal); Putusan Nomor 30/PUU-XVI/2018 (Purifikasi Representasi Teritorial oleh Anggota DPD); Putusan Nomor 20/PUU-XVII/2019 (Penggunaan Surat Keterangan Perekaman e-KTP dalam Pemilu); Putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019 (Alternatif Model Keserentakan Pemilu); Putusan Nomor 132/PHP.BUP-XIX/2021 (Pemaknaan Syarat Masa Jeda Pencalonan Mantan Terpidana dalam Pilkada); Putusan Nomor 135/PHP.BUP-XIX/2021 (Syarat Kewarganegaraan Calon Kepala Daerah).
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.