JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengucapan Putusan Nomor 53/PUU-XIX/2021 dalam perkara pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Rabu (15/12/2021) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan diajukan oleh Anita Natalia Manafe yang mengujikan konstitusionalitas norma Pasal 77 huruf a KUHAP yang menyatakan, “Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini, tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, dan penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.”
Pemohon pernah melaporkan tindak pidana penipuan dengan bukti berupa Tanda Bukti Lapor Nomor TBL/1860/IV/YAN.2.5/2021/SPKT PMJ tanggal 7 April 2021 (vide bukti P-6). Laporan tersebut dihentikan dalam tahapan penyelidikan dengan dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3) Nomor SP2.Lid/138/VIII/2021/Ditreskrimum tanggal 16 Agustus 2021 dengan alasan bukan merupakan tidak pidana sehingga tidak dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan. Terhadap SP3 tersebut, Pemohon melakukan upaya meminta klarifikasi atas alasan dihentikannya penyelidikan dan juga upaya keberatan. Menurut Pemohon, berlakunya Pasal 77 huruf a KUHAP yang tidak memberikan mekanisme untuk menguji keabsahan penghentian penyelidikan menyebabkan hilangnya hak Pemohon untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil atas proses hukum terhadap laporan Pemohon.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Pemohon memohon agar Mahkamah menyatakan Pasal 77 huruf a KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, ”sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan, penghentian penyelidikan atau penyidikan atau penghentian penuntutan atau penetapan tersangka.”
Beberapa Kali Diuji
Mahkamah dalam pertimbangan hukum menyatakan, Pasal 77 huruf a KUHAP pernah beberapa kali dimohonkan pengujian ke MK, yaitu dalam Perkara Nomor 102/PUU-XI/2013, Perkara Nomor 67/PUU-XII/2014, Perkara Nomor 35/PUUXIII/2015, Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015, Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 dan Perkara Nomor 9/PUU-VII/2019.
Mahkamah dalam pertimbangan Putusan Nomor 9/PUU-VII/2019 telah menegaskan bahwa penghentian penyelidikan sebagai salah satu proses dalam kegiatan penyelidikan tidaklah dapat dimasukkan sebagai salah satu objek pengujian dalam praperadilan. Hal tersebut dikarenakan penyelidikan dan penyidikan walaupun keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, namun keduanya merupakan dua tindakan dengan karakteristik serta memiliki implikasi yang berbeda. Tindakan penyelidikan yang dilakukan oleh penyelidik belum masuk pro justitia sehingga tidak dapat dimasukkan sebagai objek pengujian dalam praperadilan karena di dalamnya tidak terdapat hal-hal yang berkaitan dengan adanya upaya paksa yang menyebabkan terjadinya perampasan hak-hak asasi manusia seseorang.
“Dengan demikian, pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 9/PUU-XVII/2019 berlaku secara mutatis mutandis terhadap permohonan Pemohon dalam perkara a quo,” tegas Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul yang membacakan pertimbangan putusan.
Oleh karena itu, menurut Mahkamah, terhadap dalil Pemohon mengenai inkonstitusionalitas Pasal 77 huruf a KUHAP sepanjang dimaknai termasuk penyelidikan adalah tidak beralasan menurut hukum. Alhasil dalam amar putusan, Mahkamah menolak permohonan Pemohon.
“Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman didampingi para hakim konstitusi dalam sidang pengucapan putusan.
Baca juga…
Pengadilan Negeri Tak Memutus Penghentian Penyelidikan, KUHAP Diuji
Pemohon Uji KUHAP Rampingkan Jumlah Kuasa Hukum
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
Humas: Muhammad Halim.