Jakarta, Kompas - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia jangan terjebak hanya memikirkan kasus-kasus tertentu. Sebab, hal itu dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat karena komisi itu akan dianggap hanya memikirkan sekelompok orang. Sebaliknya, semua penyelenggara negara juga harus menyadari bahwa masalah HAM sudah bukan sekadar wacana.
Demikian disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshidiqqie seusai menemui pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) di Jakarta, Rabu (16/4).
Kontras menemui Jimly untuk mengonsultasikan penyelesaian sejumlah kasus pelanggaran HAM masa lalu pascaputusan MK 21 Februari lalu yang menyatakan, DPR tak dapat menduga adanya pelanggaran HAM berat.
Jimly menegaskan, MK berhubungan dengan norma hukum dan bukan kasus sehingga jika setelah putusan itu ada polemik, itu bukan lagi wewenang MK. âJika ada beda persepsi atas putusan MK, maka tanyakan kepada yang berbeda persepsi. Sebab, putusan MK itu sudah menjadi milik masyarakat,â katanya.
Namun, Jimly mengingatkan, ide tentang HAM baru diadopsi secara lengkap oleh bangsa Indonesia pada tahun 2000, yaitu saat perubahan UUD 1945. Karena itu, pemahaman tentang HAM di masyarakat dan penyelenggara negara masih harus terus dibangun sampai sekarang.
âKomnas HAM menjadi salah satu elemen penting dalam mempromosikan nilai-nilai HAM sehingga komisi itu perlu berpikir lebih strategis, seperti bagaimana agar tidak ada lagi peraturan yang melanggar HAM dan mentradisikan HAM di masyarakat. Jadi, Komnas HAM jangan hanya memikirkan kasus-kasus tertentu,â saran Jimly.
Sebaliknya, lanjutnya, semua penyelenggara negara juga harus menyadari bahwa masalah HAM sudah dijamin dalam konstitusi tertinggi, yaitu UUD 1945, khususnya Pasal 28.
Koordinator Kontras Usman Hamid menuturkan, putusan MK pada 21 Februari itu langsung berlaku dan tidak membutuhkan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 untuk pelaksanaannya.
âKami akan membawa hasil pembicaraan ini kepada Komnas HAM, Kejaksaan Agung, dan Menteri Pertahanan sehingga polemik yang terjadi belakangan ini dapat segera diselesaikan dan tidak menyebar ke mana-mana,â tutur Usman.
Polemik yang dimaksud adalah pernyataan Menteri Pertahanan bahwa TNI tidak perlu memenuhi panggilan Komnas HAM untuk memberi keterangan atas sejumlah kasus. (NWO)
Sumber: HU Kompas / Kamis, 17 April 2008
Foto: dok. Humas MK