JAKARTA (MI): Nasib RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) makin tidak jelas. Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta juga pesimistis RUU Pengadilan Tipikor tersebut dapat terselesaikan pembahasannya di DPR sesuai dengan tenggat. Itu mengancam pemberantasan korupsi.
"Kalau untuk menyenangkan orang banyak, bisa saja, tapi di DPR (draf RUU yang akan dibahas) masih antre," cetus Andi di Jakarta, kemarin.
RUU Pengadilan Tipikor itu terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Desember 2006, yang menyatakan Pasal 53 UU KPK bertentangan dengan UUD 1945. Pasal itu memiliki kekuatan hukum mengikat sampai diadakan perubahan paling lambat tiga tahun. MK mengamanatkan pada 2009, pemerintah dan DPR sudah harus membuat UU baru yang tersendiri tentang pengadilan tipikor.
Menurut Andi, saat ini draf RUU Pengadilan Tipikor telah selesai di Sekretariat Negara, dan tinggal menunggu persetujuan sidang kabinet untuk diserahkan ke DPR. Andi menyatakan, pihaknya sudah bekerja dan berhasil menyusun draf UU Pengadilan Tipikor. Namun, dia pesimistis RUU itu dapat terselesaikan sesuai jadwal yang diminta MK. Bila RUU Pengadilan Tipikor tidak juga disahkan, sidang untuk kasus dugaan korupsi akan dilakukan di pengadilan-pengadilan umum.
Sebelumnya, anggota Komisi III F-PDIP DPR Gayus Lumbuun juga pesimistis dewan dapat menyelesaikan RUU Pengadilan Tipikor sesuai dengan target waktu. "Jika pada nantinya RUU Pengadilan Tipikor itu masuk pembahasan DPR pada 2008, tentunya DPR tidak dapat bekerja atas dasar target waktu MK selambat-lambatnya tiga tahun."
Menurut Gayus, membuat UU itu tidak bisa cepat-cepat selesai dan dilakukan secara sembarangan. Hal itu harus dipadukan dengan konteks konstitusi. "DPR akan mencermati pasal per pasal agar tidak menimbulkan multitafsir dalam penerapannya sehingga membuka peluang untuk dilakukan judicial review kern-bah," katanya. (Mjs/Ant/P-3)
Sumber: HU Media Indonesia / Selasa, 15 April 2008
Foto: www.pontianakpost.com