JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman memiliki keinginan mewujudkan Indonesia yang inklusif dengan memberikan pelayanan publik yang ramah bagi kelompok rentan/disabilitas. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Biro Sumber Daya Manusia (SDM) dan Organisasi MK Teguh Wahyudi dalam Forum Konsultasi Publik MK Tahun 2021 Bertema “Pelayanan Publik MK yang Ramah Kelompok Rentan/Disabilitas” pada Selasa (23/11/2021) siang secara daring.
Upaya-upaya yang dilakukan MK untuk memberikan pelayanan yang ramah kelompok disabilitas, ungkap Teguh, antara lain dengan menyediakan kursi roda dan toilet khusus disabel, petugas khusus untuk membantu disabel, alat bantu jalan, lift khusus, putusan sidang MK dengan huruf braille, ambulans, serta ruang laktasi.
“Selain itu MK beberapa kali menggandeng organisasi penyandang disabilitas dalam penyelenggaraan kegiatan peningkatan pemahaman hak konstitusional warga negara pada 2001 dan 2019,” jelas Teguh yang sekaligus membuka resmi Forum Konsultasi Publik MK Tahun 2021.
Terkait pelayanan bagi mereka yang berkebutuhan khusus, terdapat dasar hukumnya seperti Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas; Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan; Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Persidangan Jarak Jauh; Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang; Peraturan Sekretaris Jenderal Nomor 31 Tahun 2021 tentang Pedoman Standar Pelayanan Publik di Lingkungan Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi.
Permohonan yang Berkebutuhan Khusus
Dalam Forum Konsultasi Publik MK 2021 juga digelar diskusi dengan menghadirkan narasumber dari internal dan eksternal MK. Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan MK Tatang Garjito menyajikan materi “Pelayanan Publik MK yang Ramah Kelompok Rentan/Disabilitas”.
“Kami menerima permohonan berperkara di MK, baik yang secara normal maupun yang berkebutuhan khusus. Di samping itu MK sudah menerbitkan UUD 1945 huruf braille. Termasuk bagi yang tunarungu, kami menyiapkan naskah putusan khusus,” ungkap Tatang.
Dikatakan Tatang, pelayanan MK bagi yang berkebutuhan khusus juga berlaku di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua Bogor. Misalnya, bagi pengguna kursi roda, MK menyediakan jalur khusus. Juga toilet, kamar mandi, serta lift khusus disabel. Selain itu saat bimbingan teknis digelar, MK menyediakan penerjemah bagi para penyandang disabilitas, menggunakan bahasa isyarat.
Berikutnya, jelas Tatang, di masa pandemi Covid-19 terdapat inovasi di Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan (HAK) berupa konsultasi secara daring (online), pengajuan permohonan secara daring (online), persidangan secara daring (online), aplikasi reservasi tempat duduk persidangan, pengiriman dokumen dari Sistem Informasi Manajemen Penanganan Perkara (SIMPP) ke whatsapp dan email, dan penerapan tanda tangan digital. Lainnya, pelayanan di Biro HAK telah menerapkan e-services dan tidak dikenai biaya.
Laporan Masyarakat
Selanjutnya, Anggota Ombudsman Johanes Widijantoro menampilkan materi “Pengawasan Pelayanan Publik Bagi Penyandang Disabilitas”. Diungkap Johanes, sejak 2016-2021 tercatat ada 74 laporan masyarakat terkait isu disabilitas.
“Jumlah ini hanya sekitar 0,14% dari jumlah laporan yang diterima Ombudsman yaitu 51.284 laporan. Perlu dilakukan upaya peningkatan peran serta penyandang disabilitas dalam pengawasan pelayanan publik. Sebaran laporan masyarakat ditujukan paling banyak kepada instansi pusat, pemda di Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, Sumatera Barat dan Jawa Barat. Jadi belum secara merata tersebar dari seluruh provinsi,” ujar Johanes.
Disampaikan Johanes, Ombudsman RI telah melakukan kerja sama dengan Ombudsman Denmark dalam rangka peningkatan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. Melibatkan Kedutaan Besar Denmark, Ombudsman Denmark dan Indonesia, organisasi disabilitas di Denmark dan Indonesia. Termasuk pula pelibatan pemerintah sebagai pemangku kebijakan dan pelibatan masyarakat sebagai penerima pelayanan.
Johanes menegaskan, isu disabilitas merupakan isu lintas sektoral yang terkait dengan banyak aspek seperti pendidikan, ekonomi, adminduk, kesehatan, ketenagakerjaan, hukum, sarana prasarana fisik/non fisik, informasi komunikasi dan sebagainya.
“Ombudsman RI mengawasi semua sektor pelayanan publik yang tersebar di semua kementerian/lembaga, serta dapat ikut mendorong penguatan regulasi dan kebijakan, peningkatan akses pelayanan hak-hak dasar, penguatan sistem pengaduan, pelayanan dan penanganan pelanggaran terhadap penyandang disabilitas, dan lain-lain,” urai Johanes dalam acara yang juga dihadiri Ketua Umum Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia, Gufroni Sakaril.
Sedangkan Analis Kebijakan Pertama, Nanang Khoiruddin dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi merinci tentang Inovasi Pelayanan Publik Bagi Kelompok Rentan: Rumah Sehat Lansia Top 99 Tahun 2014 – Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta; Jaminan Khusus Penyandang Disabilitas Terpadu Top 99 Tahun 2017 – Badan Pelaksana Jaminan Kesehatan, Prov. DI Yogyakarta; Mencapai Nol Kerentanan Penyandang Disabilitas Intelektual Melalui Sheltered Workshop Peduli, Top 40 Tahun 2018 – Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita Kartini Temanggung, Kementerian Sosial Rompi Penganti (Rompi Penuntun Dengan Teknologi); Top 99 Tahun 2020 – Panti Pelayanan Sosial Disabilitas Sensorik Netra Temanggung Gerbang Penyandang Disabilitas Sukses (Gendis); Top 99 Tahun 2020 – Dinas Sosial Kabupaten Banyumas; Gema Daya Pentas Ogan Komering Ulu; Top 99 Tahun 2020 – Dinas Sosial Kabupaten Ogan Komering Ulu; Geoliterasi Bagi Penyandang Disabilitas Netra melalui Atlas Taktual, Top 99 Tahun 2021 – Badan Informasi Geospasial. (*)
Penulis: Nano Tresna Arfana
Editor: Lulu Anjarsari P