JAKARTA, HUMAS MKRI – Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto secara resmi menutup Bimbingan Teknis (Bimtek) Hukum Acara Pengujian Undang-Undang bagi Ikatan Perancang Peraturan Perundang-undangan Indonesia (IP3I) pada Jumat (12/11/2021). Kegiatan bimtek yang berlangsung empat hari pada 9-12 November 2021 secara daring ini terselenggara berkat kerja sama MK dengan IP3I.
“Pemahaman yang Ibu dan Bapak dapat dari materi bimtek, tidak hanya untuk Ibu dan Bapak, apalagi profesinya sebagai perancang peraturan perundang-undangan. Kita berharap, ada masukan-masukan dari bimtek yang bisa menjadi bahan pertimbangan ketika Ibu dan Bapak membuat rancangan peraturan perundang-undangan, mulai dari undang-undang sampai peraturan yang paling bawah,” kata Aswanto kepada para peserta dari IP3I.
Aswanto berharap, pengaturan rancangan peraturan perundang-undangan ketika lahir dari pemikiran para perancang peraturan perundang-undangan, dari awal sudah berwawasan hak konstitusional.
“Materi yang diberikan narasumber bimtek sebagai sesuatu yang mungkin sudah dipahami oleh Ibu dan Bapak. Tapi tentu ada hal-hal yang perlu kita sinkronkan, karena seringkali apa yang terjadi dalam praktik keseharian itu berbeda. Misalnya dengan melakukan praktik penyusunan permohonan pengujian undang-undang yang lebih memberikan pemahaman komprehensif,” jelas Aswanto.
Lebih lanjut Aswanto menegaskan bahwa peran MK sebagai The Guardian of Human Rights atau Pelindung Hak-Hak Asasi Manusia akan menjadi tidak efektif ketika warga negara tidak memahami hak-hak konstitusionalnya. Walaupun tema bimtek ini membahas Hukum Acara MK, namun substansi yang diperjuangkan dalam mengajukan pengujian undang-undang yang harus tunduk pada norma-norma atau tata cara yang harus dilalui jika seorang warga negara melakukan uji materi norma undang-undang, yang mungkin norma itu mendegradasikan hak konstitusional yang sudah dijamin dalam Konstitusi.
Sebelum amendemen UUD 1945, ungkap Aswanto, menjadi hal yang mustahil untuk mengubah sebuah undang-undang. Ketika dilakukan amendemen UUD 1945, lahirlah MK yang bertugas menjaga norma yang termaktub dalam suatu undang-undang tidak boleh bertentangan dengan norma dasar dalam konstitusi.
“Itu harapan kita. Seringkali antara harapan dan kenyataan itu berbeda. Berdasarkan ribuan perkara yang pernah ditangani MK, menjadi bukti bahwa antara harapan dan kenyataan itu berbeda. Harapan kita agar hak-hak konstitusional warga negara di-break down ke dalam undang-undang, betul-betul merupakan penjabaran untuk melakukan implementasi terhadap hak-hak asasi kita sebagaimana dijamin dalam konstitusi,” urai Aswanto.
Peran MK
Plt. Kepala Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Imam Margono, dalam sambutannya menyinggung peran MK dalam sistem ketatanegaraan RI. Imam juga mengungkapkan tanggung jawab MK dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang nilai-nilai Konstitusi yang bersumber dari nilai-nilai utama dari ideologi Pancasila.
“Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu lembaga negara yang dibentuk pada masa reformasi dan melalui perubahan UUD 1945, keberadaannya dimaksudkan sebagai bagian strategis dari penataan sistem ketatanegaraan berupa institusionalisasi agenda reformasi yang mencakup demokratisasi, supremasi hukum, jaminan perlindungan hak-hak asasi manusia dan hak-hak konstitusional warga negara,” ucap Imam.
Sedangkan Sekretaris Jenderal IP3I, Yeni Nel Ikhwan menyampaikan ucapan terima kasih kepada panitia bimtek yang telah menyelenggarakan bimtek dengan baik, profesional, telaten, termasuk memberikan seluruh materi bimtek baik dari teknis maupun substansi pengujian peraturan perundang-undangan.
“Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi telah memberikan kesempatan dan kerja sama dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kuantitas perancang peraturan perundang-undangan yang sekaligus menambah wawasan perancang peraturan perundang-undangan dalam pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi,” tandas Yeni.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.