JAKARTA, HUMAS MKRI – Pemohon dalam pengujian undang-undang (UU) adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya suatu UU, yang meliputi Pemohon perorangan warga negara Indonesia, termasuk kelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama. Kemudian Pemohon dari kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam UU.
“Selain itu ada Pemohon yang merupakan badan hukum publik atau privat maupun Pemohon sebagai lembaga negara,” ujar Panitera Pengganti Mahkamah Konstitusi (MK) Rizki Amalia pada hari ketiga Bimtek Hukum Acara Pengujian Undang-Undang bagi Ikatan Perancang Peraturan Perundang-undangan Indonesia (IP3I) pada Kamis (11/11/2021) yang digelar MK secara daring.
Rizki menerangkan, yang dimaksud badan hukum privat, misalnya Perseroan Terbatas (PT) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Badan hukum privat tersebut harus melampirkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang bertujuan agar dapat diketahui siapa yang berhak mewakili badan hukum ini untuk beracara di MK, apakah ketua, wakil ketua ataupun pengurus lainnya.
“Apakah benar orang itu, dalam hal ini Pemohon, ada dalam kepengurusan PT atau LSM. Ini harus dibuktikan, misalnya dengan menunjukkan SK Pengangkatan. Jangan sampai dia mengaku sebagai Presiden LSM tapi namanya tidak ada di susunan kepengurusan LSM,” ujar Rizki yang menyajikan materi “Teknik Penyusunan Permohonan Pengujian Undang-Undang terhadap UUD NRI Tahun 1945”.
Sedangkan Pemohon sebagai lembaga negara, ungkap Rizki, berbeda dengan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD terkait sengketa kewenangan antara lembaga negara. Pengertian lembaga negara sebagai Pemohon di sini, punya arti yang lebih luas.
Kualifikasi Pemohon
Selanjutnya, Rizki memaparkan kualifikasi yang harus dipenuhi untuk menjadi Pemohon dalam persidangan MK. Misalnya, adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945; hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan oleh berlakunya UU yang dimohonkan pengujian; kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi; adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian; adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.
Mengenai Pemberi Keterangan, jelas Rizki, MK dapat meminta keterangan dan/atau risalah rapat yang berkenaan dengan permohonan yang sedang diperiksa kepada MPR, DPR, DPD, dan/atau Presiden. Selain itu, Keterangan Pemberi Keterangan sekurang-kurangnya memuat uraian yang jelas mengenai fakta yang terjadi saat proses pembahasan dan/atau risalah rapat dari UU atau perpu yang dimohonkan pengujian oleh Pemohon, termasuk hal-hal lain yang dianggap perlu oleh Pemberi Keterangan atau yang diminta oleh Mahkamah.
Kemudian yang disebut Pihak Terkait adalah pihak yang berkepentingan langsung dan/atau tidak langsung dengan pokok permohonan. Pihak Terkait yang berkepentingan langsung adalah pihak yang hak dan/atau kewenangannya secara langsung terpengaruh kepentingannya oleh pokok permohonan. Pihak Terkait yang berkepentingan tidak langsung adalah pihak yang hak, kewenangan, dan/atau kepentingannya tidak secara langsung terpengaruh oleh pokok permohonan tetapi karena kepeduliannya terhadap permohonan dimaksud.
Lebih lanjut Rizki memaparkan syarat-syarat pengajuan permohonan, yaitu permohonan dapat diajukan secara luring atau daring. Berkas permohonan sekurang-kurangnya terdiri atas: permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia sebanyak satu eksemplar asli yang ditandatangani oleh Pemohon/kuasa hukum, fotokopi identitas Pemohon/kuasa hukum dan surat kuasa serta AD/ART. Di samping itu, permohonan sekurang-kurangnya memuat identitas Pemohon dan/atau kuasa hukum, Kewenangan Mahkamah, kedudukan hukum Pemohon, alasan permohonan (posita) dan petitum.
Usai paparan materi dari Rizki Amalia, kegiatan berlanjut dengan praktik penyusunan permohonan pengujian UU. Para peserta kegiatan dibagi dalam kelompok-kelompok kelas terpisah untuk belajar menyusun sistematika dan format permohonan sesuai yang didapat dari materi sebelumnya. Setelah itu, para peserta melanjutkan tugas mandiri praktik penyusunan permohonan pengujian UU terhadap UUD NRI Tahun 1945.
Sebagaimana diketahui, kegiatan Bimtek Hukum Acara Pengujian Undang-Undang ini diselenggarakan oleh MK bekerja sama dengan IP3I. Bimtek dilakukan secara daring pada 9-12 November 2021.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.