BANGKA BELITUNG, HUMAS MKRI – Indonesia memiliki visi membangun masyarakat adil dan makmur. Maka salah satu cara mewujudkannya adalah dengan membangun hukum yang kompatibel dengan visi tersebut. Demikian disampaikan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam acara penyerahan Smartboard Mini Courtroom kepada Universitas Bangka Belitung yang berlangsung pada Jumat (5/11/2021).
“Visi adil dan makmur itu berarti harus membangun hukum yang in line dengan visi yang hendak diwujudkan dalam kurun waktu 20 tahun RPJP Nasional,” ujar Enny yang sekaligus menjadi narasumber kuliah umum bertema “Membangun Hukum Berkarakter Pancasila” tersebut.
Tujuan Bernegara
Selain itu Enny juga mengatakan, tujuan bernegara memang diletakkan dalam pembukaan UUD 1945 yakni mencapai keadilan, kesejahteraan termasuk kemakmuran di dalamnya. “Itu diletakkan pokoknya dalam pembukaan UUD 1945. Akan tetapi, untuk mengejawantahkan apa yang menjadi tujuan bernegara harus diwujudkan secara bertahap. Menurutnya tidak mungkin tiba-tiba terwujud, sehingga harus ada tahapannya,” tegas Enny.
Penahapannya, menurut Enny, dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP Nasional). Di dalam RPJP, kemudian termaktub agenda besar pembangunan hukum nasional negara Indonesia. Salah satunya yakni bagaimana bisa dilakukan satu perubahan atau mengubah produk peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan kebutuhan termasuk didalamnya mengubah warisan produk hukum kolonial dalam jangka waktu 20 tahun.
Enny menyebut, produk-produk hukum yang dibutuhkan tersebut harus dituangkan dalam program legislasi nasional. “Jadi, program legislasi nasional itu sesungguhnya bukanlah sesuatu yang berkaitan dengan sarana menghimpun keinginan-keinginan politik,” tegasnya. Tetapi didesain untuk dapat menjadi wadah tertampungnya kebutuhan-kebutuhan hukum dari upaya mewujudkan Indonesia mandiri, maju, adil, dan makmur.
Peradilan Konstitusi
Pada kesempatan itu, Enny yang hadir secara luring mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) adalah peradilan konstitusi. Menurutnya, pada jaman sebelum reformasi tidak ada peradilan konstitusi sangat mungkin sekali tidak akan ada pula perbantuan smartboard. Karena saat itu, Indonesia berada dalam keadaan sentralisasi kekuasaan atau kekuasaan yang sangat otoriter di bawah kekuasaan presiden. Semua kelembagaan hanya bermuara pada kekuasaan presiden, termasuk DPR bersub-ordinat di bawah kekuasaan presiden. Tidak ada kelembagaan yang memiliki kewenangan menegakkan konstitusi.
“Dengan adanya reformasi, buah manisnya reformasilah lahirnya MK pada 2003. Setelah perubahan ketiga itulah lahir MK. Ia mengatakan, MK perlu mendekat dengan kampus-kampus atau perguruan tinggi khususnya fakultas hukum,” ujar Enny. Hal itu karena MK ingin lebih dekat di masyarakat dengan melakukan berbagai kegiatan yang dapat tersosialisasi dengan cepat.
Enny mengatakan, banyak kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh MK di luar pekerjaan pokoknya guna mencerdaskan kehidupan bangsa, dan memahami UUD 1945. Adapun acara yang dimaksud seperti simposium, seminar dan lain sebagainya.
Dikatakan Enny, MK mengemban visi sebagai peradilan modern dan tepercaya. Salah satu indikator modernnya, yakni mengembangkan dan menggunakan teknologi. Hal itu untuk mendekatkan dan memperluas akses kepada masyarakat yang menuntut keadilan kepada MK. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P