JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perbaikan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Rabu (3/11/2021). Permohonan perkara Nomor 53/PUU-XIX/2021 ini diajukan oleh Anita Natalia Manafe. Sidang Panel dipimpin Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul didampingi Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.
Pemohon diwakili kuasa hukum Alvin Lim menyampaikan Perbaikan permohonan. Antara lain, Pemohon merampingkan jumlah kuasa Pemohon menjadi lima kuasa Pemohon.
“Lima kuasa Pemohon juga sudah menandatangani surat kuasa,” ujar Alvin kepada Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul secara daring.
Kemudian Alvin Lim menguraikan penjelasan di bagian kedudukan hukum Pemohon, termasuk bukti-bukti berupa identitas Pemohon. Kedudukan Pemohon sebagai pribadi selaku pelapor dalam kasus dugaan penipuan, bukan sebagai kuasa hukum. Kasus Pemohon sebagai delik umum. Selebihnya, perbaikan terkait alasan permohonan, Pemohon menjelaskannya lebih detail.
***
Untuk diketahui, permohonan Nomor 53/PUU-XIX/2021 dalam perkara pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ini diajukan oleh Anita Natalia Manafe. Pemohon menguji Pasal 77 huruf a KUHAP yang menyatakan, “Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang: a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; b. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.”
Dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Kamis (21/10/2021), Pemohon diwakili kuasa hukum Alvin Lim dkk, merasa dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 77 huruf a KUHAP, terkait dengan wewenang Pengadilan Negeri untuk mengadili di praperadilan. Pemohon dirugikan dengan dilakukannya penghentian penyelidikan yang dilakukan oleh penyelidik sebagaimana tertera dalam surat Pemberitahuan Penghentian Penyelidikan Nomor B/2817/VIII/RES.1.11/2021/Ditreskrimum dalam Laporan Polisi No LP/1860/IV/YAN2.5/2021/SPKT PMJ tanggal 7 April 2021, karena tidak dicantumkannya wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus penghentian penyelidikan dalam praperadilan pada pasal a quo.
“Dalam pasal a quo, Pengadilan Negeri hanya berwenang untuk memeriksa dan memutus penghentian penyidikan, namun tidak mencantumkan wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus penghentian penyelidikan yang dibuktikan dengan diterbitkannya Surat Perintah Penghentian Penyelidikan,” kata Alvin kepada Panel Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul.
Berdasarkan ketentuan Pasal 77 huruf a KUHAP, Pengadilan Negeri hanya berwenang untuk memeriksa dan memutus SP3, namun tidak dicantumkan wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus penghentian penyelidikan SP2.LID. Bahwa ketentuan tersebut telah merugikan hak konstitusional Pemohon dimana dalam proses penyidikan dapat diajukan Praperadilan sebagai cek dan ricek apabila ada kemungkinan pelanggaran formil yang terjadi, namun dalam proses penyelidikan di Kepolisian, tidak dapat diajukan proses Praperadilan ke Pengadilan Negeri, sehingga hak untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil tidak tercapai apabila ada kesalahan formil yang terjadi dalam proses penyelidikan di Kepolisian sebagaimana dialami Pemohon.
Pemohon mengajukan keberatan atas penghentian penyelidikan karena adanya dugaan pelanggaran hukum formil. Salah satunya adalah penyidik pada Polda Metro Jaya yang menolak memeriksa saksi yang diajukan oleh Pemohon. Penyidik mengabaikan dengan tidak mau memeriksa saksi kunci, sehingga Pemohon merasa adanya tindakan kesewenangan dari penyelidik Polri. Padahal dalam penyelidikan tugas penyelidik adalah mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga memiliki unsur pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Dengan tidak dilakukan pemeriksaan terhadap saksi kunci, maka dugaan kuat penyelidikan tidak dilakukan sesuai syarat formil dan Pemohon tidak mendapatkan kepastian hukum yang adil karena adanya kesewenangan penyelidik. (*)
Baca juga:
Pengadilan Negeri Tak Memutus Penghentian Penyelidikan, KUHAP Diuji
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
Humas: Muhammad Halim.