MAKASSAR, HUMAS MKRI – Rintik gerimis mulai turun ketika Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P FoEkh tiba di Universitas Kristen Indonesia (UKI) Paulus, Makassar, Jumat (29/10/2021). Kehadiran dua hakim konstitusi ini disambut hangat oleh jajaran rektorat, dekan, dan para mahasiswa UKI Paulus, Makassar.
Siang itu, bertempat di Gedung Lilin UKI Paulus, Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P FoEkh menyampaikan kuliah umum. Sekretaris Universitas, Corvis L. Rantererung yang mewakili Rektor UKI Paulus membuka acara dengan menyatakan kegembiraannya atas kehadiran tokoh nasional di kampus tersebut untuk memberikan kuliah umum.
Pada kesempatan ini, Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul menyampaikan materi berjudul “Mahkamah Konstitusi dan Putusan Penodaan Agama”. Manahan mengawali pemaparan dengan menjelaskan sejarah pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK) yang merupakan “anak kandung reformasi”. Ia juga menjelaskan kewenangan dan kewajiban MK yang telah ditentukan dalam Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945.
“Dengan kewenangan dan kewajiban tersebut, maka MK berfungsi sebagai pengawal dan penafsir akhir konstitusi, pengawal demokrasi, pelindung hak-hak asasi manusia, dan juga hak-hak konstitusional warga negara, serta yang tak kalah penting adalah pengawal ideologi negara”, terang pria yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Pangkalpinang, Bangka Belitung.
Dalam kaitannya dengan penodaan agama, lanjut Manahan, MK telah menerima dan memutus sebanyak 5 (lima) perkara dalam pengujian UU Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.
“Salah satu di antaranya adalah Putusan Nomor 140/PUU-VII/2009, yang amarnya menolak permohonan untuk seluruhnya. Di dalam putusan ini, terdapat seorang hakim yang memiliki alasan berbeda dan satu hakim yang dissenting opinion” ungkapnya di hadapan ratusan sivitas akademika dan peserta yang hadir secara daring maupun luring.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P FoEkh menyampaikan materi “Penodaan Agama dalam Perspektif Konstitusi”. Daniel terlebih dahulu mengemukakan kecenderungan meningkatnya jumlah kasus penodaan agama.
“YLBHI menemukan 67 kasus penodaan agama selama tahun 2020, sementara hasil riset Setara Institute menyatakan terdapat 97 kasus penistaan agama sepanjang tahun 1965 hingga 2017 dimana 88 kasus di antaranya terjadi setelah reformasi” jelas lulusan doktor dari Universitas Indonesia yang mendalami topik peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu).
Lebih lanjut Daniel menerangkan, UU Penodaan Agama berasal dari Penetapan Presiden yang ditetapkan menjadi undang-undang. “Itu sebabnya ada kata PNPS dalam penyebutan Undang-Undang Nomor 1/PNPS/Tahun 1965”, sambung aktivis sekaligus mantan Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).
Oleh karena itu, menurutnya, perlu dipahami karakteristik undang-undang yang menggunakan frasa UU PNPS, UU Prp yang berasal dari Perpu, dan UU Drt, sebelum membahas substansi di dalamnya.
Ajakan Kerjasama
Berikutnya sesi tanya jawab. Salah seorang mahasiswa melontarkan pertanyaan mengenai peran MK terkait penodaan agama yang dikaitkan dengan UU ITE. Menjawab hal ini Manahan hal tersebut menjadi problem saat ini karena banyaknya konten yang beredar di media sosial.
“Ada ancaman pidana jika konten itu merupakan penghinaan terhadap suatu agama, dalam hal ini dikenal adanya forum internum dan forum externum” ujar hakim konstitusi yang menjabat sejak tahun 2015 itu.
Manahan juga menambahkan, MK tidak berwenang menilai apakah unsur penodaan agama terpenuhi atau tidak dalam berbagai kasus konkret. Sebab MK mengadili persoalan konstitusionalitas norma undang-undang.
Selanjutnya, pertanyaan dari Dekan Fakultas Hukum UKI Paulus, Lisma Lumentut, mengenai permintaan kerjasama dengan MK. Menanggapi hal ini, kedua hakim konstitusi pada intinya menyampaikan agar kampus segera mengirimkan surat permohonan kepada MK.
“Banyak teori dan perkembangan doktrin baru di dalam putusan-putusan Mahkamah, sehingga hal ini harus direspon oleh kampus dengan melakukan kerja sama penelitian, magang, dan kegiatan-kegiatan lainnya,” tutup Daniel Yusmic P FoEkh.
Penulis: Alboin Pasaribu dan Muhammad Mahrus Ali.
Editor: Nur R.