JAKARTA, HUMAS MKRI – Panitera Pengganti MK Syukri Asy’ari memaparkan materi “Teknik Penyusunan Permohonan Pengujian UU Terhadap UUD NRI Tahun 1945” pada Kegiatan Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara Bagi Asosiasi Dosen Pendidikan Kewarganegaraan dan Asosiasi Dosen Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (ADPK) yang diselenggarakan Mahkamah Konstitusi (MK) secara virtual pada Kamis (28/10/2021).
“Kalau Bapak dan Ibu sudah mendapatkan materi hukum acara pengujian undang-undang, sekarang kita akan mempelajari bersama bagaimana teori dan cara penyusunan permohonan pengujian undang-undang,” ujar Syukri.
Dikatakan Syukri, perkara pengujian undang-undang (PUU) adalah perkara yang hanya satu pihak, yang diuji adalah norma undang-undang (UU). Ada Pemohon tetapi tidak ada Termohon atau lawan.
Selanjutnya Syukri menjelaskan para pihak dalam sidang perkara PUU, yaitu Pemohon, Pemberi Keterangan dan Pihak Terkait. Ketiganya dapat diwakili oleh kuasa hukum berdasarkan surat kuasa khusus dan/atau didampingi oleh pendamping berdasarkan surat keterangan.
Syukri menjelaskan, Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya undang-undang, yaitu perorangan warga negara Indonesia atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama, kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang, serta badan hukum publik atau privat, maupun lembaga negara.
Mengenai Pemberi Keterangan, jelas Syukri, MK dapat meminta keterangan dan/atau risalah rapat yang berkenaan dengan permohonan yang sedang diperiksa kepada MPR, DPR, DPD, dan/atau Presiden. Selain itu, keterangan dari Pemberi Keterangan sekurang-kurangnya memuat uraian yang jelas mengenai fakta yang terjadi saat proses pembahasan dan/atau risalah rapat UU atau perpu yang dimohonkan pengujian oleh Pemohon, termasuk hal- hal lain yang dianggap perlu oleh Pemberi Keterangan atau yang diminta oleh Mahkamah.
Kemudian yang disebut Pihak Terkait adalah pihak yang berkepentingan langsung dan/atau tidak
langsung dengan pokok permohonan. Pihak Terkait yang berkepentingan langsung adalah pihak yang hak dan/atau kewenangannya secara langsung terpengaruh kepentingannya oleh pokok permohonan. Pihak Terkait yang berkepentingan tidak langsung adalah pihak yang hak, kewenangan, dan/atau kepentingannya tidak secara langsung terpengaruh oleh pokok permohonan tetapi karena kepeduliannya terhadap permohonan dimaksud.
Lebih lanjut Syukri memaparkan syarat-syarat pengajuan permohonan. Permohonan dapat diajukan secara luring atau daring. Berkas permohonan sekurang-kurangnya terdiri atas: permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia sebanyak satu eksemplar asli yang ditandatangani oleh Pemohon/kuasa hukum, fotokopi identitas Pemohon/kuasa hukum dan surat kuasa serta AD/ART. Di samping itu, permohonan sekurang-kurangnya memuat identitas Pemohon dan/atau kuasa hukum, Kewenangan Mahkamah, kedudukan hukum Pemohon, alasan
permohonan (posita) dan petitum.
Sejarah Judicial Review
Sementara itu, Peneliti Senior MK Pan Mohamad Faiz menuturkan fenomena pengujian peraturan perundang-undangan di dunia bermula dari Kasus Marbury vs Madison pada 1803 di Amerika Serikat. Momen itu juga menjadi sejarah undang-undang buatan Kongres Amerika Serikat pertama kali dibatalkan oleh Mahkamah Agung.
“Padahal Mahkamah Agung Amerika Serikat kala itu tidak punya kewenangan untuk membatalkan undang-undang,” jelas Faiz yang membawakan materi “Mahkamah Konstitusi dan Hukum Acara Pengujian Undang-Undang”.
Dari peristiwa itulah, paham judicial review berkembang ke berbagai belahan dunia, termasuk ke Austria. Seorang pakar hukum bernama Hans Kelsen mengembangkan gagasan perlu dibentuknya MK. Hingga kemudian terbentuklah MK Austria pada 1920 yang tugasnya melakukan uji materiil UU. Keberadaan MK di Austria terpisah dengan Mahkamah Agung (MA). Berbeda dengan MA Amerika Serikat dan MA sejumlah negara lainnya yang dapat menjalankan kewenangan untuk menguji UU.
Sedangkan Indonesia membentuk MK sejak tahun 2003. Mahkamah Konstitusi RI (MKRI) memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban. Meski MKRI terbilang baru sebagai MK ke-78 yang berdiri di dunia, namun MKRI mampu leading di Asia bersama MK Korea Selatan dan MK Turki. Bahkan Indonesia ditunjuk mewakili Asia untuk duduk di Venice’s Commision dalam konteks lembaga yang memiliki kewenangan judicial review.
Selanjutnya, Faiz menerangkan model judicial review yang disebut dengan Sistem Terdesentralisasi (Sistem Amerika), dalam arti terdesentralisasi di MA dan pengadilan di bawahnya. Negara-negara yang menganut sistem ini antara lain Amerika Serikat, Kanada, Australia. Kemudian ada juga Sistem Terpusat (Sistem Eropa), dalam arti terpusat di MK. Negara-negara yang menganut sistem ini antara lain Austria, Jerman, Turki, termasuk Indonesia.
Pada kesempatan itu Faiz juga memaparkan istilah-istilah penting yang sering dipakai di MK, misalnya presumption of constitutionality (praduga konstitusionalitas), audi et alteram partem (hak untuk didengar secara seimbang), ius curia novit (pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara), erga omnes (berlaku untuk semua pihak), final and binding (final dan mengikat). Kemudian Faiz menyebut Prinsip Persidangan di MK yakni persidangan terbuka untuk umum, peradilan cepat, sederhana dan tanpa biaya, hakim bersifat aktif dan pasif, menerapkan asas pembuktian bebas.
Usai paparan materi dari Syukri Asy’ari dan Pan Mohamad Faiz, kegiatan berlanjut dengan praktik penyusunan permohonan PUU. Para peserta kegiatan dibagi dalam kelompok-kelompok kelas terpisah untuk belajar menyusun sistematika dan format permohonan sesuai yang didapat dari materi sebelumnya. Setelah itu, para peserta melanjutkan tugas mandiri praktik penyusunan permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD Negara Repulik Indonesia Tahun 1945.
Untuk diketahui, kegiatan Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara ini terselenggara atas kerja sama MK dengan Asosiasi Dosen Pendidikan Kewarganegaraan serta Asosiasi Dosen Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Kegiatan berlangsung pada Selasa-Jumat, 26-29 Oktober 2021 secara daring.
Baca juga
Ketua MK Ungkap Pesan BJ Habibie Saat Pilpres 2019
Esensi Penyelenggaraan Negara Termaktub dalam Pembukaan UUD 1945
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.