JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak) pada Selasa (26/10/2021) siang. Agenda sidang hari ini adalah pemeriksaan perbaikan permohonan. Sidang dipimpin Hakim Konstitusi Suhartoyo dengan didampingi dua anggota panel yaitu Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Permohonan perkara Nomor 51/PUU-XIX/2021 ini diajukan oleh PT. Sainath Realindo yang diwakili oleh Vikash Kumar Dugar selaku direktur utama. Pemohon mengujikan Pasal 42 ayat (3) UU Pengadilan Pajak yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945.
Eddy Christian selaku kuasa hukum Pemohon yang hadir dalam persidangan secara daring menyampaikan beberapa poin perbaikan permohonan. Permohonan yang semula berjumlah 24 halaman bertambah menjadi 26 halaman. Perbaikan permohonan yang dilakukan Pemohon yaitu penyempurnaan pada poin kewenangan Mahkamah Konstitusi yang telah disesuaikan dengan Peraturan MK terbaru. Kemudian, memperkuat kedudukan hukum Pemohon dengan memberikan jabaran penjelasan kerugian yang diderita Pemohon. Berikutnya, sambung Eddy, Pemohon juga telah menyampaikan pemaknaan nebis in idem yang menurut Pemohon seharusnya termaktub dalam Pasal 42 ayat (3) UU Pengadilan Pajak.
“Terakhir untuk Petitum telah dipadatkan sehingga hanya satu, yakni memohon kepada Mahkamah untuk mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan Pasal 42 ayat (3) UU Pengadilan Pajak bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,” papar Eddy.
…
Pada sidang sebelumnya, Eddy Christian selaku kuasa hukum Pemohon menyebutkan penerapan Pasal 42 ayat (3) UU Pengadilan Pajak tidak memberikan kepastian hukum. Sebab, norma tersebut tidak memberikan kejelasan kriteria gugatan dalam suatu perkara yang dapat dianggap sudah pernah diajukan dan tidak dapat diajukan kembali.
Pasal 42 ayat (3) UU Pengadilan Pajak menyebutkan, “Gugatan yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diajukan kembali”.
Pemohon berargumen bahwa pihaknya seharusnya berhak mendapatkan hasil permohonan gugatan di Mahkamah Agung (MA) dengan amar putusan ditolak atau dikabulkan atau tidak dapat diterima dalam konteks kejelasan dan kepastian hukum. Namun nyatanya amar putusan perkaranya ditolak karena tidak memenuhi ketentuan formal. Oleh karenanya Pemohon mempertanyakan, pembeda antara gugatan (baru) yang diajukan dengan gugatan yang sebelumnya telah dicabut.
Pemohon beranggapan, penanganan perkara yang berkaitan dengan asas nebis in idem perlu dilakukan suatu kajian agar tidak terjadi pengulangan perkara yang sama di tingkat pengadilan. Sebagaimana disebutkan pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SE MA) Nomor 3 Tahun 2002, dalam melaksanakan pembangunan di bidang hukum, pada prinsipnya kemandirian penegak hukum mutlak dilakukan oleh hakim karena adanya kekuasaan yang begitu besar dalam wewenangnya pada dunia peradilan.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.
Humas: Fitri Yuliana.