JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, pada Selasa (26/10/2021) secara daring. Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor Perkara 55/PUU-XIX) 2021 ini dimohonkan oleh Yayasan Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (Yayasan HakA), yang diwakili oleh Farwiza, dkk.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Pemohon yang diwakili oleh Harli mengatakan bahwa organisasi lingkungan hidup memiliki hak konstitusional untuk memberikan, menyampaikan informasi khusus mengenai lingkungan hidup dalam proses AMDAL baik positif, berupa peningkatan keindahan lingkungan bila sebuah proyek dibangun. Bisa juga berdampak negatif terhadap ancaman atau potensi kerusakan lingkungan atau berdampak negatif berupa ancaman atau potensi kerusakan lingkungan hidup atau potensi kehilangan keanekaragaman hayati atas kehadiran sebuah project pada proses penyusunan AMDAL.
Oleh karena itu, sambung Harli, dokumen AMDAL merupakan dokumen legal yang digunakan untuk mengambil keputusan lanjut atau tidak lanjutnya sebuah proyek, tergantung dari jenis risiko dan tergantung dari jenis ancaman yang kedepan.
Menurut Pemohon, sambung Harli, untuk meminimalisir dampak maka setiap usaha atau kegiatan berdampak penting, pemohon memiliki kewajiban terlibat untuk penyusunan AMDAL. Kajian mengenai dampak penting pada lingkungan hidup dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan tersebut.
“Sehingga bisa dipahami bahwa AMDAL merupakan instrumen penting dalam setiap usaha atau kegiatan pembangunan, memuat pengkajian mengenai dampak, evaluasi di sekitar lokasi rencana, saran, masukan, serta tanggapan masyarakat, prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat pentingnya dampak yang terjadi jika rencana usaha atau kegiatan tersebut dilaksanakan, evaluasi secara holistik terhadap dampak yang terjadi untuk menentukan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup dan rencana pengolahan, pemantauan lingkungan hidup dari suatu rencana usaha,” jelas Harli.
Lebih lanjut Harli mengatakan, penyusunan AMDAL adalah tahapan seperti prosedur terdiri dari proses penapisan/screening, perusahaan wajib AMDAL, kemudian pengumuman yang disampaikan secara terbuka ke masyarakat, proses pelingkupan (scooping), penyusunan dan pilihan Ka-AMDAL, kemudian penyusunan Ka-AMDAL RKL, rencana pengelolaan lingkungan, rencana pemantauan lingkungan, persetujuan kaya akan lingkungan yang disebut dengan tahap-tahap dalam pembuatan AMDAL.
Harli menegaskan, sebelumnya Pemohon terlibat dalam komisi AMDAL daerah untuk menentukan ikut terlibat memberikan masukan terhadap AMDAL. “Jadi, hadirnya Undang-Undang Cipta Kerja, itu semua dihapus, hanya mensyaratkan masyarakat yang terlibat yang terkena dampak langsung, sedangkan mereka yang tidak terkena dampak langsung, itu kemudian dihapus oleh Undang-Undang Cipta Kerja,” tegas Harli secara daring.
Menurut Harli, penghapusan keterlibatan Pemohon dalam memberi masukan terhadap dokumen Amdal, sebagaimana ketentuan Pasal 26 ayat (3) UU 32/2009 namun telah diubah oleh Pasal 22 angka 5 UU11/2020, jelas merupakan kerugian atau potensi kerugian konstitusional Pemohon untuk mencegah dan melindungi kerusakan lingkungan akibat dari proyek pembangun atau proyek skala besar yang wajib Amdal.
Oleh karena Pemohon mewakili kepentingan kerugian atau setidak-tidaknya potensi kerugian lingkungan hidup baik sekarang maupun masa yang akan datang, sebagaimana ketentuan Pasal 92 UU 32/2009, maka dapat mewakili kepentingan penyebab dari kerusakan lingkungan tersebut di atas, Sebagai hak asasi manusia, negara memiliki kewajiban pemenuhan hak asasi Pemohon dengan menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfill), sebagaimana disebutkan dalam Konstitusi (Pasal 28I ayat (4) UUD 1945): “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”.
Dengan demikian, Harli melanjutkan, hal tersebut dapat merugikan kepentingan Pemohon sebagai hak asasi manusia, negara memiliki kewajiban untuk memenuhi pemenuhan hak asasi manusia Pemohon dengan menghormati Konstitusi, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Bahwa dengan diberlakunya ketentuan Pasal 22 angka 5 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, akan menghalangi Pemohon dalam menjalankan aktivitasnya untuk bersosialisasi dalam penyusunan AMDAL, maupun dalam rangka pelestarian atau perlindungan pengelolaan lingkungan hidup.
Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 22 angka 5 UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai: ”Penyusunan dokumen Amdal dilakukan dengan melibatkan masyarakat secara bebas dan sukarela untuk melindungi kepentingan dan kebutuhannya”.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan pemohon tersebut, Hakim Konstitusi Saldi Isra meminta pemohon untuk menyederhanakan legal standing dan mempertegas kerugian konstitusional yang dialaminya.
“Untuk legal standing, tolong Anda sederhanakan lagi, sehingga syarat kerugian konstitusional yang ada di Mahkamah Konstitusi itu bisa terbaca dengan baik di dalam Permohonan ini. Jadi ini jangan terlalu mau memasukkan semuanya. Padahal yang paling penting itu menjelaskan siapa Pemohon, apa aktivitasnya, kerugian hak konstitusional apa yang dialaminya dengan berlakunya norma yang diajukan Permohonan ini?,” ujar Saldi.
Kemudian Hakim Konstitusi Suhartoyo meminta pemohon untuk memperbaiki kedudukan hukum dan menyederhanakan posita.
“Prinsipal selalu mendapat legal standing (kedudukan hukum), tapi ada kekhususan di Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan anggapan kerugian konstitusional yang dijamin oleh konstitusi dengan berlakunya norma. Nah, normanya itu membatasi, Pak. Nah, itu bagaimana Bapak bisa membedah itu untuk bisa mendapatkan tiket legal standing tadi? Yakin kan dalam uraian-uraian perbaikan mendatang, supaya kami bisa meyakini bahwa memang baik aktual maupun potensial, Prinsipal Bapak mengalami kerugian dengan berlakunya norma ini. Karena norma ini addresat-nya adalah dibatasi hanya masyarakat yang terdampak langsung,” urai Suhartoyo.
Sebelum menutup persidangan, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyampaikan bahwa pemohon diberi kesempatan untuk menyerahkan berkas perbaikan hari Senin, 8 November 2021 paling lambat diserahkan 2 jam sebelum hari persidangan. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P
Humas: Raisa Ayudhita