JAKARTA, HUMAS MKRI - Hakim Konstitusi Saldi Isra menjadi pemateri dalam Pelatihan Moot Court and Legislative Drafting yang diselenggarakan oleh Program Studi Hukum Tata Negara, Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang pada Selasa (26/10/2021) secara daring. Dalam kegiatan ini, Saldi mengulas secara rinci “Hukum Acara MK” dengan mengawali paparan mengenai Kewenangan MK sebagai lembaga peradilan konstitusi.
Berdasarkan Pasal 24C UUD 1945, MK diberi empat kewenangan dan satu kewajiban dalam mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar; memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Berikutnya, sambung Saldi, MK wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. Hal ini dapat dilakukan jika Presiden dan/atau Wapres tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden berdasarkan UUD 1945.
Terkait dengan kewenangan MK untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945, Saldi mengatakan hukum acara dalam persidangannya memiliki kekhususan yang berbeda dari kewenangan MK lainnya. Sebab, di dalam PUU tidak ada pihak yang digugat. Bahwa pada sidang pengujian undang-undang (PUU), kehadiran DPR, Pemerintah, atupun lembaga terkait tidak menjadi lawan dalam perkara. Melainkan untuk memberikan keterangan bagi hakim konstitusi dalam pendalaman materi pada suatu perkara. Selain itu, lanjut Saldi, semua hakim konstitusi dalam tugas kajian perkara memiliki dua peneliti dan seorang sekretaris yudisial.
“Peneliti akan melakukan telaah terhadap permohonan. Pertama, peneliti akan melihat kesesuaian permohonan dengan format permohonan sesuai ketentuan Peraturan MK. Kedua, peneliti akan mencermati bagian kewenagan konstitusi yang benar-benar menjadi kewenangan MK dalam menyelesaikan perkara a quo,” tandas Saldi. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P