KPU berniat menyelenggarakan pertemuan dengan MA, Kapolri, Kejaksaan Agung, dan Bawaslu.
Mahkamah Agung (MA) didesak untuk segera menyusun Peraturan MA (Perma) mengenai penyelesaian tindak pidana Pemilu. Jika pembentukan Perma itu terlambat, dikhawatirkan muatan Perma akan mengandung banyak kelemahan. âKalau waktunya mepet, nanti hasilnya acak-acakan,â ujar dosen hukum tata negara Universitas Andalas, Saldi Isra, Selasa (15/4).
Pemilu 2009 akan digelar setahun lagi, tepatnya pada 5 April 2009. Saat itu KPU menyelenggarakan coblosan serentak untuk memilih wakil rakyat yang bakal duduk di DPRD Kabupaten/Kota, DPR Propinsi dan DPR RI. Para pemangku kepentingan kini tengah sibuk beres-beres agar penyelenggaraan pemilu berjalan lancar. Lantas, apakah pranata penyelenggaraan pemilu dan kemungkinan penyimpangannya sudah beres?
Seperti yang sudah-sudah, tindak pidana pada Pemilu 2009 bisa saja terjadi. Malahan Saldi Isra yakin jumlahnya bisa meningkat. Ini karena jumlah delik pidana dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu semakin banyak dan beragam. Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), misalnya, bisa saja dikriminalisasikan bila mengacuhkan laporan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Aturan ini tidak ada dalam UU Pemilu sebelumnya, yakni UU No. 12 Tahun 2003.
Sesuai pasal 255 UU Pemilu yang baru, dalam penyelesaian pidana Pemilu, pengadilan dituntut menggelar sidang ekspres. Disebut demikian karena Pengadilan Negeri (PN) harus memeriksa, mengadili dan memutuskan tindak pidana pemilu setidaknya tujuh hari sejak menerima berkas dari penuntut umum. Pihak yang tidak puas atas putusan itu bisa mengajukan upaya banding. Pengadilan Tinggi (PT) juga diberi waktu tujuh hari untuk memutuskan perkara. Putusan itu bersifat final and binding.
Jika mempengaruhi hasil perhitungan suara, merujuk kepada Pasal 257, putusan pengadilan itu harus selesai lima hari sebelum KPU menetapkan hasil Pemilu nasional. Karena itu, agar bisa berjalan cepat, hakim yang menangani pidana Pemilu ini harus hakim khusus. Hukum acaranya tetap mengacu kepada KUHP. Nah, soal teknisnya, MA harus mengatur lebih lanjut ke dalam Perma.
Perbandingan pemeriksaan tindak pidana pemilu di pengadilan
UU No. 10 Tahun 2008
UU No. 12 Tahun 2003
Kewenangan
Peradilan Umum (PN dan PT) dengan hakim khusus. Jika ada banding, putusan PT adalah final and binding
- PN untuk pelanggaran dengan ancaman pidana kurang dari 18 bulan. Putusan PN final and binding
- Banding di PT dimungkinkan untuk pelanggaran dengan ancaman pidana 18 bulan atau lebih. Putusannya final and binding
Penyelesaian di PN
Paling lama tujuh hari
Paling lama 21 hari
Penyelesaian di PT
Paling lama tujuh hari
Paling lama 14 hari
Ditanya soal ini, juru bicara MA Djoko Sarwoko belum bisa memberi banyak jawaban. âSaya belum membaca Undang-Undangnya. Nanti malah salah,â ujarnya, lewat gagang telpon.
Anggota KPU I Gusti Putu Artha mengatakan, dalam waktu dekat KPU akan membahas penyelesaian tindak pidana Pemilu dengan MA, Polri, Kejaksaan Agung dan Bawaslu. âAkan ada audiensi khusus. Nanti akan menghasilkan Surat Edaran bersama,â tuturnya.
Pertemuan seperti ini pernah digelar KPU dengan Mahkamah Konstitusi (MK). Ketua MK Jimly Ashiddiqie saat itu menegaskan, MK tidak akan menangani sengketa Pemilu yang mengandung unsur pidana. âSetelah ada putusan dari pengadilan umum, baru dibawa ke sini,â tandasnya.
Sikap MK diambil setelah mempelajari sengketa dan tindak pidana Pemilu sebelumnya. Pernah terjadi, dalam sengketa hasil Pemilu seseorang dimenangkan MA, namun oleh pengadilan ia justru dinyatakan bersalah telah melakukan tindak pidana Pemilu. Alhasil, putusan pengadilan inilah yang menjadi acuan KPU untuk memutuskan orang itu layak menjadi anggota Dewan atau tidak.
Karena pentingnya penyelesaian tindak pidana Pemilu, menurut Saldi Isra, KPU memang harus lebih aktif. âKPU harus menyurati MA agar segera menyusun Perma,â tandasnya.
(Her)
Sumber www.hukumonline.com (16/04/08)
Foto http://citycrypt.wordpress.com/2007/10/