JAKARTA, HUMAS MKRI - Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjadi pemateri dalam Kuliah Umum bertajuk “Membangun Hukum yang Berkarakter Pancasila” yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Andalas pada Jumat (15/10/2021) di Padang, Sumatra Barat. Kegiatan ini diikuti oleh Wakil Rektor III Unand Insannul Kamil, Dosen FH Unand Ilhamdi Taufik, dan mahasiswa pascasarjana FH Unand secara luring dari Kampus Unand dan daring dari aplikasi Zoom.
Dalam pandangan Arief, perkembangan mobilitas manusia di dunia termasuk Indonesia telah mengubah aspek kehidupan manusia, sehingga lahir masyarakat yang dituntut mampu menguasai perkembangan teknologi. Namun perkembangan tersebut harus dibentengi dengan ideologi bangsa agar akar bangsa tidak tercerabut dan tergerus oleh perkembangan dunia. Oleh karena itu, perlu bagi masyarakat Indonesia untuk melakukan pengembangan kapasitas diri, melakukan inovasi berkelanjutan, dan perubahan pola pikir.
“Hal ini sangat penting dilakukan agar nantinya kita mampu membentuk pola pikir global tanpa menghilangkan lokalitas sehingga tidak menjadi orang yang selalu kalah dan justru harus menjadi pemenang saat terjadi perubahan,” kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro tersebut.
Arief mengatakan berkaitan dengan perkembangan dan perubahan dalam bidang hukum misalnya, jika para pembentuk undang-undang dapat dipengaruhi oleh faktor nonhukum, yakni sosial, budaya, politik, dan ekonomi. Demikian juga dengan penegak hukum termasuk para hakim di MK yang menerapkan hukum dan mengadili suatu perkara hukum juga dipengaruhi oleh faktor nonhukum. Oleh karena itu, baik legislator atau alat penegak hukum pada waktu bekerjanya dihadapkan dengan area pilihan. Begitu pula dengan masyarakat, bahwa patuh tidak patuhnya masyarakat juga dipengaruhi oleh faktor nonhukum.
“Dengan demikian, konsepsi Indonesia berdasarkan Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 bahwa Indonesia tidak sekadar negara demokrasi yang konstitusional, tetapi juga dalam kekuasaannya yang dipakai adalah negara hukum yang berdemokrasi dan berketuhanan” jelas Arief.
Lebih lanjut Arief mengatakan bahwa berhukum di Indonesia bukan berhukum sekuler, melainkan berkarakter Pancasila. Artinya berhukum berdasarkan ketuhanan sehingga diharapkan para penegak hukum tidak mempermainkan hukum dan menjadikan hukum sebagai komoditi. Sebab, pengakuan Arief, bahwa carut marutnya hukum di Indonesia salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya penanaman hukum secara religius atau berketuhanan dan berkarakter Pancasila sejak para penegak hukum mempelajari hukum dari dasar. Oleh karena itu, Arief mengajak para pendidik, mahasiswa, dan penegak hukum di Indonesia untuk sama-sama membangun hukum berkarakter Pancasila. Sehingga bukan lagi hukum yang berbasis common law system dan civil law system, tetapi hukum yang dibangun dengan karakter Pancasila yang berpedoman pada hukum yang religius. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor : Lulu Anjarsari P