Jakarta, Kompas - Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pemilihan Umum, peluang 30 persen keterwakilan politik perempuan di parlemen cukup besar. Namun, hal itu harus dibarengi dengan penguatan pemberdayaan politik perempuan.
UU Pemilu menyebutkan, daftar bakal calon anggota legislatif harus memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan. Pasal berikutnya menetapkan, setiap tiga bakal calon terdapat sekurang-kurangnya satu perempuan bakal calon.
Menurut Direktur Eksekutif Pusat Pemberdayaan Perempuan dalam Politik Titi Sumbung kepada Kompas, Selasa (15/4) di Jakarta, selain dibutuhkan penguatan pemberdayaan politik kaum perempuan, diperlukan juga pemetaan dan analisis dari kaum perempuan sendiri atas potensinya.
âMemang ada kelemahan di sisi kaum perempuan, seperti pengalaman dan jaringan. Untuk itulah diperlukan semacam pemetaan kekuatan di kalangan LSM, partai politik, perguruan tinggi, organisasi-organisasi perempuan,â ujar Titi.
Ia berharap adanya aliansi kekuatan masyarakat sipil untuk mewujudkannya secara nyata kekuatan pemberdayaan politik perempuan, di antaranya dengan kekuatan dana guna menyelenggarakan berbagai forum untuk penguatan politik perempuan.
Titi juga meminta Ibu Negara Ny Ani Bambang Yudhoyono ikut memberikan dorongan dan menyosialisasikan keterwakilan politik perempuan melalui berbagai forum, di antaranya Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu yang dipimpinnya.
âNamun, jangan sampai kaum perempuan itu hanya sekadar diarahkan dan dimobilisasi untuk kepentingan jangka pendek, akan tetapi ikut diberdayakan untuk menentukan masa depan bangsa,â kata Titi.
Kelompok Pengajian Al Hidayah yang dipimpin ketua umum- nya, Aisyyah Hamid Baidlowi, kemarin menemui Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla di Istana Wapres. Kelompok pengajian ini juga membicarakan soal keterwakilan politik perempuan. (HAR)
Sumber: http://www.kompas.com/kompascetak/read.php?cnt=.xml.2008.04.16.00510425&channel=2&mn=159&idx=159
Foto: kineforum.wordpress.com