JAKARTA, HUMAS MKRI – Sidang perbaikan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (5/10/2021). Sidang Panel untuk perkara Nomor 48/PUU-XIX/2021 ini dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra yang didampingi Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams.
Yusril Ihza Mahendra dkk selaku kuasa hukum para Pemohon menyampaikan sejumlah perbaikan permohonan. Prinsipal Pemohon pada sidang sebelumnya berjumlah empat partai politik (parpol) yaitu Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Beringin Karya (Berkarya), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Pada perbaikan permohonan kali ini, Pemohon menjadi tiga parpol yaitu Partai Berkarya, Partai Perindo, dan PSI. Dengan demikian, PBB tidak menjadi Pemohon dan kapasitas Yusril Ihza Mahendra hanya menjadi kuasa hukum.
Selanjutnya pada bagian kedudukan hukum, para Pemohon memperbaiki dengan menguraikan kewenangan dari masing-masing Pemohon Prinsipal termasuk bukti berupa anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) masing-masing parpol. Selain itu, perbaikan permohonan terkait pasal yang menjadi batu uji terdapat penambahan ayat. Semula yang menjadi batu uji adalah Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945. Dalam perbaikan menjadi Pasal 22E Ayat (1) dan Ayat (3) UUD 1945. Hal lainnya, dalam perbaikan permohonan dijelaskan kepada Mahkamah bahwa permohonan yang diajukan para Pemohon tidak nebis in idem.
***
Dengan demikian, untuk diketahui, permohonan pengujian materiel UU Pemilu ini diajukan oleh tiga parpol yaitu Partai Beringin Karya (Berkarya) diwakili oleh Ketua Umum Muchdi Purwopranjono dan Sekretaris Jenderal Badaruddin A.P. (Pemohon II), Partai Persatuan Indonesia (Perindo) diwakili oleh Ketua Umum Hary Tanoesoedibjo dan Sekretaris Jenderal Ahmad Rofiq (Pemohon III), dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) diwakili oleh Ketua Umum Grace Natalie Louisa dan Sekretaris Jenderal Raja Juli Antoni (Pemohon IV). Para Pemohon melakukan pengujian materiil Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu yang menyebutkan, “Partai Politik Peserta Pemilu merupakan partai politik yang telah ditetapkan/lulus verilikasi oleh KPU”.
Para Pemohon telah lolos verifikasi dan telah ditetapkan sebagai peserta Pemilu Tahun 2019 yang lalu. Para Pemohon termasuk sebagai partai yang tidak berhasil memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary threshold, PT) sebagaimana ketentuan Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu yakni paling sedikit sebesar 4% dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.
Para Pemohon sangat dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu. Ketentuan pasal ini membebankan kewajiban bagi Pemohon untuk terus menerus melakukan verifikasi administrasi maupun faktual setiap saat akan mengikuti kontestasi pemilu yang memakan energi, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit sehingga apabila Pemohon tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk itu secara otomatis akan menghalangi para Pemohon untuk menggunakan hak politiknya mengikuti kontestasi pemilu.
Para Pemohon mendalilkan, verifikasi administrasi dan verifikasi faktual pada pokoknya adalah aspek teknis dan prosedural untuk memastikan partai politik yang ikut serta dalam pemilu adalah parpol yang memang memenuhi kualifikasi yang ditentukan peraturan perundang-undangan. Proses ini dapat diterima untuk diterapkan bagi partai politik yang baru karena keikutsertaannya dalam pemilu haruslah dilakukan pengecekan untuk memastikan akuntabilitas dan kapabilitasnya memfasilitasi pelaksanaan kedaulatan rakyat melalui pemilu.
“Namun bagi parpol yang telah mengikuti pemilu yang telah teruji kualifikasinya karena pernah dinyatakan lolos sebagai peserta dan diperbolehkan mengikuti kontestasi pemilu, pemberlakuan verifikasi administrasi dan faktual ulang itu menjadi tidak relevan. Hal ini dikarenakan parpol yang demikian telah lulus verifikasi administrasi dan faktual sebelum mengikuti pemilu periode sebelumnya. Kedudukannya berbeda dengan parpol yang sama sekali baru berdiri dan belum pernah mengikuti kontestasi pemilu. Parpol-parpol yang telah mengikuti pemilu telah membuktikan kiprahnya dan telah menjalankan fungsinya sebagai wadah bagi rakyat melaksanakan kedaulatan menurut Undang-Undang Dasar. Karena itu, perolehan suara yang didapat parpol dalam pemilihan sebelumnya, sekalipun kecil dan tidak berhasil memenuhi ambang batas parlemen 4% tidaklah dapat diabaikan begitu saja karena perolehan suara parpol itu adalah adalah wujud nyata bagian-bagian kedaulatan rakyat yang telah dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar,” papar Yusril Ihza Mahendra dalam persidangan pendahuluan yang digelar di MK pada Rabu (22/9/2021).
Dalam petitum, para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu tidak konstitusional sepanjang tidak dimaknai sebagai; “Partai politik yang telah lulus verifikasi Pemilu 2019 dan lolos/memenuhi ketentuan parliamentary threshold pada Pemilu 2019 tidak perlu diverifikasi secara administrasi maupun secara faktual; Partai politik yang telah lolos verifikasi Pemilu 2019 namun tidak lolos/tidak memenuhi ketentuan parliamentary threshold, parpol yang hanya memiliki keterwakilan di tingkat DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota dan parpol yang tidak memiliki keterwakilan di tingkat DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, diharuskan dilakukan verifikasi kembali secara administrasi saja; Partai politik baru yang belum pernah mengikuti pemilihan umum diwajibkan untuk melaksanakan verifikasi administrasi maupun verifikasi faktual”.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
Humas: Fitri Yuliana.