YOGYAKARTA, HUMAS MKRI - Hakim Konstitusi Suhartoyo menjadi pembicara dalam Kuliah Umum yang diselenggarakan Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga (Suka) Yogyakarta pada Sabtu (2/10/2021). Dalam kegiatan ini, Suhartoyo memaparkan materi bertajuk “Hukum Acara Mahkamah Konstitusi” di hadapan 700 peserta kuliah daring melalui Zoom dan luring dari Yogyakarta.
Suhartoyo menyebutkan kewenangan MK berawal dari amanat Pasal 24C Ayat (1) dan Ayat (2) UUD 1945 yang didelegasikan pada UU 24/2003 Pasal 10 dan UU 48/2009 Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2). Melalui norma ini termuat kewenangan MK, yakni menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilu. Selain itu, MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
Kemudian Suhartoyo menerangkan tentang pengujian undang-undang (PUU) terhadap UUD 1945. Warga Negara Indonesia yang merasa hak konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya sebuah undang-undang kemudian mengajukan permohonan PUU ke MK hendaknya terlebih dahulu menguasai hukum acara MK dalam perkara PUU.
“Pada kewenangan PUU ini, sifat persidangan perkaranya lebih bernuansa tak adanya kepentingan secara langsung. Sebab, di dalamnya ada Pemohon tetapi tak ada Termohon,” jelas Suhartoyo yang hadir dalam kegiatan ini bersama Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Kepala Bagian Sekretariat Tetap AACC dan Kerja Sama Luar Negeri MK, Sri Handayani, yang juga turut dihadiri oleh Dekan FSH UIN Suka, Makhrus.
Sementara itu, terkait dengan kewenangan MK dalam memutus sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilu, sambung Suhartoyo, terdapat pihak-pihak yang berkepentingan di dalam perkara tersebut. Di dalam persidangan ini, banyak sekali perdebatan yang dikemukakan para para pihak yang bersengketa.
Karakter Khusus PUU
Secara lebih mendalam, Suhartoyo membahas tentang karakteristik khusus dari sidang PUU yang dilakukan MK. Kehadiran Presiden dan DPR serta pihak-pihak lembaga negara pada persidangan PUU adalah untuk menberikan keterangan pada MK. Sehingga, mereka tidak diposisikan sebagai Termohon.
Kemudian, pada PUU ini terdapat dua hal yang dapat diujikan oleh para Pemohon, yakni uji formil dan uji materiel. Jika yang diujikan oleh Pemohon adalah uji formil, maka hal yang diujikan menekankan pada syarat-syarat pembentukan suatu undang-undang dengan batas waktu 45 hari sejak undang-undang itu diundangkan. Sementara itu, untuk uji materiel, para Pemohon dapat mengajukan materi ayat dan frasa yang termuat dalam suatu norma yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945.
Penulis : Bambang Panji Erawan/Sri Pujianti.
Editor: Nur R.