JAKARTA, HUMAS MKRI – Permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) akhirnya ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan Nomor 17/PUU-XIX/2021 ini dibacakan pada Rabu (29/9/2021).
“Amar Putusan, mengadili, menolak permohonan para Pemohon,” ujar Ketua MK Anwar Usman. Permohonan ini diajukan oleh Rosiana Simon (Pemohon I) dan Kok An (Pemohon II) yang mendalilkan Pasal 32 ayat (1), Pasal 32 ayat (2), Pasal 32 ayat (3), serta Pasal 48 ayat (1), Pasal 48 ayat (2), dan Pasal 48 ayat (3) UU ITE.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul. Potensi kerugian para Pemohon memang dapat hilang seiring dengan dihapusnya kekuatan mengikat dari Pasal 32 dan Pasal 48 UU ITE. Namun pada kasus berbeda, sambungnya, informasi dan/atau dokumen elektronik yang dimiliki para Pemohon justru berpotensi tidak terlindungi ketika Pasal 32 dan Pasal 48 UU ITE ditiadakan.
Sebab, konstruksi Pasal 32 juncto Pasal 48 UU ITE merupakan bentuk dari perlindungan bagi hak seseorang atas informasi atau dokumen elektronik yang dimilikinya. Sehingga Mahkamah menilai ketentuan Pasal 32 UU ITE merupakan ketentuan yang dirumuskan sebagai respon atas perkembangan teknologi informasi atau komunikasi. Utamanya ketika teknologi menciptakan kebutuhan berbagai dokumen elektronik, sekaligus mempermudah akses setiap orang pada berbagai dokumen elektronik milik orang lain.
“Oleh karena itu, Mahkamah melihat keberadaan Pasal 32 dan Pasal 48 UU ITE sangat penting untuk menjamin keamanan data pribadi, sekaligus menjamin agar transaksi atau pertukaran informasi elektronik berjalan dengan baik tanpa merugikan siapapun penggunanya. Jaminan keamanan data pribadi serta jaminan terselenggaranya pertukaran informasi secara valid dan jujur merupakan prakondisi bagi terpenuhinya hak-hak konstitusional para Pemohon dan seluruh warga masyarakat,” sebut Manahan dalam Sidang Pengucapan Putusan yang digelar di Ruang Sidang Pleno MK dan diikuti para pihak secara daring.
Baca juga: Terkena Sanksi Akibat Simpan Data Perusahaan di Google Drive, Pasutri Gugat UU ITE
Penerapan Norma
Berikutnya terkait dengan permasalahan konstitusionalitas Pasal 32 dan Pasal 48 UU ITE, Mahkamah berpendapat penentuan/penilaian suatu perbuatan yang dilakukan para Pemohon dapat dinyatakan sebagai perbuatan pidana menurut Pasal 32 UU ITE, hal demikian merupakan bagian dari penerapan norma. Oleh karenanya Mahkamah menyatakan inkonstitusional ketentuan Pasal 32 dan Pasal 48 UU ITE dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan tidak memberikan perlindungan hukum pada setiap orang sebagaimana termuat dalam Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945. “Oleh karena itu, permohonan para Pemohon berkenaan dengan Pasal 32 dan Pasal 48 UU ITE bertentangan dengan UUD 1945 adalah tidak beralasan menurut hukum,” sebut Manahan.
Baca juga: Pasutri Uji UU ITE Perbaiki Permohonan
Sebagai informasi, Rosiana Simon (Pemohon I) merupakan karyawan PT Kadence International yang dilaporkan oleh pihak perusahaan karena menyimpan data hasil kinerja di Google Drive milik pribadi, sedangkan Kok An (Pemohon II) yang merupakan suami Rosiana mengetahui sandi surat elektronik (surel) Pemohon I. Dalam permohonannya, para Pemohon menyatakan pasal-pasal yang diujikan tersebut dinilai multitafsir sehingga harus diperjelas dalam Undang-Undang atau ketentuan hukum lainnya. Sebab, jika tidak demikian para Pemohon khawatir jika pasal tersebut berpotensi merusak nilai kebenaran dan keadilan bagi semua warga negara. Oleh karena itu, berdasarkan argumentasi tersebut, para Pemohon memohon agar Mahkamah menyatakan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P
Humas: Raisa Ayudhita