JAKARTA, HUMAS MKRI – Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Aswanto menyampaikan Orasi Ilmiah “Socio Equilibrium terhadap Eksistensi Mahkamah Konstitusi” dalam acara “Pelantikan Ikatan Keluarga Alumni Universitas Hasanuddin Wilayah Sulawesi Tenggara Periode 2021-2025” secara daring pada Sabtu (25/9/2021).
“Frasa socio equilibrium dalam dunia hukum dimaknai lebih kepada checks and balances. Salah satu tujuan dibentuknya Mahkamah Konstitusi pasca amendemen UUD 1945 adalah melakukan keseimbangan antara pemegang kekuasaan yang menentukan norma-norma atau aturan-aturan hukum dalam hidup berbangsa dan bernegara pada satu sisi. Di sisi lain, hak konstitusional yang diberikan Konstitusi kepada warga negara,” kata Aswanto.
Dalam konteks itulah, kehadiran Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai penyeimbang antara kekuatan pemerintah dan kekuatan sosial. Terkait peran MK sebagai penyeimbang, hal ini dapat diketahui dari tugas dan fungsi MK. Merujuk pada UUD Negara Republik Indonesia (NRI) Tahun 1945, ada empat kewenangan dan satu kewajiban MK.
“Kewenangan pertama MK adalah menguji undang-undang terhadap UUD. Ketika pembuat undang-undang menentukan sebuah norma, harus dilandaskan pada norma dasar dalam Konstitusi. Ketika ada warga negara yang menganggap bahwa undang-undang yang dibentuk justru mendegradasikan, mengabaikan hak konstitusional yang sudah dijamin dalam Konstitusi, maka cara penyelesaiannya atau penyeimbangnya adalah dibawa ke MK. Hal inilah yang disebut dengan uji materiil. Norma undang-undang yang bertentangan dengan Konstitusi bisa dibatalkan oleh MK,” papar Aswanto.
Dari perspektif inilah, ucap Aswanto, sering dikatakan bahwa MK merupakan lembaga yang super body. Betapa tidak, sebuah undang-undang (UU) yang dibentuk oleh ratusan anggota DPR dan Pemerintah, bisa dibatalkan oleh MK bila bertentangan dengan Konstitusi. Tidak hanya pasal, frasa juga bisa dibatalkan oleh MK. Apabila jantung UU menurut Mahkamah bertentangan dengan Konstitusi, maka keseluruhan UU yang diuji tersebut harus dinyatakan tidak berlaku.
Kewenangan MK lainnya, lanjut Aswanto, menyelesaikan sengketa konstitusional antara lembaga negara. Hal ini menurut Aswanto menjadi masalah karena terlalu banyak lembaga-lembaga yang mengklaim sebagai lembaga negara. Dalam kaitan dengan sengketa antara lembaga negara, adalah lembaga negara yang tugas dan kewenangannya diperoleh dari UUD, karena tidak semua lembaga negara kewenangannya diperoleh dari UUD.
Selain itu, MK memiliki kewenangan membubarkan partai politik. Kewenangan ini belum pernah dilaksanakan oleh MK, karena memang belum ada kasus partai politik yang dibawa ke persidangan MK. Menurut Aswanto, kewenangan membubarkan partai politik bisa disebut sebagai lips service. Kenapa dikatakan demikian? Karena menurut Aswanto, permohonan terkait partai politik bermasalah diajukan oleh pemerintah.
“Pertanyaannya, bagaimana kalau partai politik yang dianggap melanggar adalah bagian dari koalisi pemerintah? Apakah pemerintah akan membawa perkara partai politik itu ke MK untuk membubarkan partai politik tersebut? Bagi MK, tidak ada alasan untuk menolak perkara. Itu adalah asas dalam peradilan,” ucap Aswanto.
Kewenangan MK berikutnya adalah memutus perselisihan hasil pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden. Termasuk kewenangan tambahan MK yaitu memutus perselisihan hasil pemilihan kepala daerah. Sebagaimana diketahui, kewenangan tambahan ini menjadi kewenangan MK sampai terbentuknya peradilan khusus yang menangani perselisihan hasil pemilihan kepala daerah.
Selain empat kewenangan tersebut, sambung Aswanto, MK juga memiliki satu kewajiban, yakni menindaklanjuti pemakzulan DPR kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden apabila diduga melakukan perbuatan melanggar hukum. Apabila proses pemakzulan tersebut dibawa ke MK, kemudian MK memutusnya, maka DPR wajib melaksanakan putusan tersebut.
Mengenai fungsi MK, ungkap Aswanto, antara lain melindungi hak-hak konstitusional seluruh warga negara Indonesia, agar negara Indonesia menjadi negara hukum yang demokratis. Fungsi MK lainnya sebagai penafsir akhir Konstitusi. Apa yang ditafsirkan MK, hal itu berlaku sama dengan Konstitusi.
“Dari tugas dan kewenangan MK, kalau kita lihat, memang fungsi MK dapat dipadankan dengan fungsi socio equilibrium,” jelas Aswanto yang juga menyebutkan kaitan MK dengan hak asasi manusia sebagai hak yang bersumber dari Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.