JAKARTA, HUMAS MKRI - Hakim Konstitusi Saldi Isra menjadi narasumber Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA). Kegiatan ini diselenggarakan oleh Fakultas Agama Islam Universitas Islam 45 Bekasi bekerja sama dengan Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi), pada Sabtu (25/9/2021) pagi secara daring.
Dalam kegiatan tersebut, Saldi membahas mengenai proses persidangan pengujian undang-undang (UU) di Mahkamah Konstitusi (MK). Saldi mengatakan, dalam pengujian UU hanya terdapat satu pihak saja yakni pemohon. Namun dalam prakteknya, MK membutuhkan keterangan dari DPR dan Presiden atau pihak lainnya selaku pembuat UU.
“Kehadiran DPR dan Presiden atau pihak lain, ditentukan oleh Pasal 54 UU MK, keberadaannya sebagai pemberi keterangan,” kata Saldi secara daring.
Menurut Saldi, hal tersebut sering dianggap salah oleh pemohon yang mana pemohon menganggap Presiden dan DPR sebagai lawan. Padahal, sambung Saldi, Presiden dan DPR hadir karena diminta MK apabila MK merasa perlu penjelasan lebih lanjut dari Presiden dan DPR selaku pembuat UU. Apabila MK dan para hakim konstitusi merasa bisa memutus perkara pengujian UU tanpa mengundang Presiden dan DPR, maka perkara tersebut akan tetap diputus tanpa mendengar keterangan dari Presiden dan DPR.
“Jadi, kehadiran mereka di MK bukan sesuatu yang harus, tetapi karena kebutuhan MK. Maka sering kali MK meminta pihak lain memberikan keterangan posisi pemohon sama seperti posisi volunteer,” terang Saldi.
Proses Pengajuan Permohonan
Saldi selanjutnya menjelaskan tentang proses pengajuan perkara ke MK. Setelah pemohon mengajukan permohonan ke MK, Kepaniteraan MK akan mengecek permohonan tersebut apakah bukti-bukti dari permohonan telah cukup atau belum. Apabila bukti tersebut belum lengkap, maka kepaniteraan akan meminta pemohon untuk melengkapi permohonannya.
Setelah dilengkapi oleh pemohon, sambung Saldi, permohonan dimasukkan kembali kemudian perkara atau permohonan tersebut diregistrasi dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK). Permohonan yang sudah teregistrasi kemudian diserahkan kepada Ketua MK dan selanjutnya Ketua MK akan menunjuk panel hakim untuk melaksanakan sidang pendahuluan.
Sebelum memeriksa pokok perkara, Saldi melanjutkan, MK menyelenggarakan sidang pendahuluan dengan agenda pemeriksaan kelengkapan dan kejelasan materi Permohonan, dalam sidang panel oleh tiga hakim konstitusi. Dalam sidang pendahuluan, UU mewajibkan Mahkamah melalui hakim panel memberikan nasehat kepada pemohon.
Terhadap permohonan tersebut, dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari MK memberi kesempatan kepada pemohon atau kuasanya untuk melakukan perbaikan/kelengkapan. Setelah perbaikan permohonan diserahkan kepada Mahkamah melalui Kepaniteraan, selanjutnya MK menyelenggarakan sidang perbaikan permohonan.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.