JAKARTA, HUMAS MKRI – Hakim Konstitusi Saldi Isra berbagi cerita bagaimana menjadi seorang pengacara yang baik. Saldi menyampaikan saat menjadi narasumber Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang diselenggarakan secara daring oleh Fakultas Hukum Universitas Andalas (FH Unand) bekerja sama dengan Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) pada Sabtu (25/9/2021).
Saldi menuturkan, selepas sekolah menengah atas, dia dan teman-teman sekolah tidak ada yang berniat menekuni bidang hukum. Sebagian besar temannya lebih memilih untuk kuliah di kedokteran, teknik, tentara dan sebagainya. “Ternyata di antara teman-teman saya tidak ada yang memilih kuliah di fakultas hukum,” kenang pria kelahiran 20 Agustus 1968 ini.
Singkat cerita, Saldi diterima kuliah di FH Unand, meski saat itu ia sama sekali tidak pernah membayangkan akan menekuni profesi apa setelah lulus kuliah. Entah menjadi pengacara, hakim, dosen, aktivis, dan lainnya. Bertahun-tahun kemudian, pasca reformasi 1998, Saldi menyadari bahwa memilih profesi di bidang hukum tidak kalah bergensi dengan bidang-bidang profesi lainnya seperti kedokteran maupun teknik.
“Profesi hukum memang jadi profesi orang-orang pilihan. Karena profesi hukum itu profesi yang dianggap sangat sulit orang bisa masuk ke situ. Sepanjang yang saya ketahui, untuk masuk fakultas hukum di Amerika Serikat mesti memiliki sertifikat tamat dari satu institusi, baru bisa mendaftar ke fakultas hukum,” jelas Saldi.
Dikatakan Saldi, Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) ini diharapkan menjadi pembekalan bagi para pesertanya ke depan untuk menekuni profesi hukum yang akan dipilih. Bisa berprofesi sebagai hakim, aktivitas, dosen, pengacara, dan lain-lain.
Kutipan Tentang Pengacara
Bicara mengenai profesi pengacara (pengacara), Saldi memulai dengan memaparkan kutipan-kutipan populer tentang pengacara. Di antaranya kutipan “Hanya pengacara dan pelukis yang bisa mengubah hitam menjadi putih” yang dihasilkan oleh penulis puisi dari Jepang.
“Bagi sebagian orang digambarkan begitu kuatnya pengacara, dia bisa membalikkan putih menjadi hitam atau hitam menjadi putih. Jadi, orang melihat dari sisi optimis. Tapi ada juga sebagian kalangan mengatakan kutipan tersebut sindiran bagi para pengacara,” papar Saldi.
Berikutnya, ada kutipan “Seorang pengacara bisa mendapatkan lebih banyak dibandingkan ratusan orang yang menodong orang dengan senapan” yang diambil dari Buku “The Godfather” Mario Puzo. Hal ini menggambarkan begitu powerfull peran seorang pengacara, demikian ungkap Saldi. Selain itu ada kutipan “Pengacara yang tidak pernah membaca, tidak mau menambah ilmunya, tidak mau memperkaya wawasannya ibarat tukang tanpa perkakas”. “Tukang tanpa perkakas, tidak bisa jadi apa-apa. Oleh karena itu menjadi pengacara menuntut kita harus terus menerus menambah bacaan-bacaan yang bisa memperkaya kita sebagai seorang pengacara,” tegas Saldi yang membawakan materi “How to be A Good Pengacara”.
Payung Hukum Profesi Pengacara
Saldi melanjutkan, ada payung hukum bagi profesi pengacara atau advokat yaitu UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. UU a quo menyebutkan bahwa advokat merupakan profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab dalam menegakkan hukum. Advokat termasuk dari kekuasaan lain yang terkait dengan kekuasaan kehakiman. “Dalam konteks itu, sebebas apapun advokat, semandiri apapun advokat, pekerjaannya bermuara pada proses penegakan hukum,” ucap Saldi.
Dalam UU Advokat juga disebutkan, advokat adalah profesi yang memberi jasa hukum baik di dalam maupun luar pengadilan. Saldi mengatakan, seorang pengacara tidak harus selalu tampil di pengadilan. Ada juga advokat-advokat yang mengambil profesi yang bekerja tidak sampai pada proses ligitasi. Dia hanya bekerja nonlitigasi, bekerja di luar pengadilan, tidak kalah suksesnya dibandingkan pengacara-pengacara yang hadir di persidangan.
Dikatakan Saldi, UU Advokat juga mengatur mengenai jasa yang diberikan advokat adalah memberikan konsultasi, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, melakukan tindakan hukum dan kepentingan-kepentingan lainnya yang terkait dengan klien. Advokat juga harus berperilaku baik, berlaku jujur, bertanggung jawab, adil, memiliki integritas yang tinggi.
Saldi menambahkan, sebelum mendampingi calon kliennya, advokat meminta kepada calon klien agar bercerita secara jujur, terang benderang mengenai kasus yang sedang dihadapi. Tidak boleh ada fakta hukum yang disembunyikan. Setelah kasus itu didalami, barulah seorang advokat memberikan nasihat kepada kliennya.
Kualitas Pengacara yang Baik
Lebih lanjut Saldi menguraikan kualitas yang dibutuhkan untuk menjadi seorang pengacara yang baik. Seorang pengacara yang baik adalah pengacara yang menyenangi berdiskusi dengan argumen-argumen yang bagus. Selain itu pengacara harus banyak membaca, melatih pemikiran yang kritis, bisa menulis dengan baik, bisa berdebat dengan baik dan santun.
“Pengacara yang baik juga harus punya persuasive skill, tidak egois dengan diri sendiri, dapat membantu orang lain, mendengar orang lain dengan baik. Kalau ada calon klien datang kepada Anda, maka Anda harus sabar mendengarkan kasus yang dialami calon klien, sabar membujuk calon klien agar menjelaskan fakta yang ada. Persuasive skill ini tidak hanya untuk mendapatkan klien, tapi diperlukan ketika Anda melakukan perdebatan di persidangan. Tenang, mengadopsi pendapat orang, tidak memaksakan pendapat kita, tidak marah-marah menunjuk-nunjuk orang dan sebagainya,” ungkap Saldi.
Selain itu, kata Saldi, seorang pengacara yang baik harus punya kemampuan bernegosiasi untuk segala hal. Negosiasi untuk meyakinkan hakim, negosiasi dengan klien, merundingkan berbagai hal dan sebagainya. Pengacara yang baik, juga harus mampu menjaga keseimbangan emosional. Dalam persidangan, suara harus datar, turun naik suara harus diatur.
Selanjutnya, kata Saldi, seorang pengacara harus punya kemampuan mengorganisasikan argumen secara baik. Di samping itu, pengacara harus konsisten, punya kemampuan fight dalam pengertian bagaimana menyampaikan argumen-argumen secara berlapis. Sebab kalau terjadi perdebatan di persidangan, namun pengacara hanya datang dengan satu argumen, hal ini akan merepotkan pengacara tersebut.
“Salah satu poin penting harus dimiliki oleh seorang pengacara itu harus punya kemauan dan kemampuan membaca. Hanya dengan membaca banyak, kita bisa membangun argumen-argumen yang berlapis,” ujar Saldi yang juga menjelaskan pentingnya kesabaran dalam menjalankan profesinya dan melakukan penelitian jika diperlukan.(*)
Penulis: Nano Tresna Arfana
Editor: Lulu Anjarsari P