JAKARTA, HUMAS MKRI – Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman menjadi narasumber acara “Kuliah Umum Hukum Tata Negara (HTN) IAIN Kediri” pada Jumat (24/9/2021) secara daring. Tema yang diangkat “Penguatan Nilai-Nilai Keilmuan Hukum Tata Negara dalam Membangun Budaya Akademik yang Inklusif.”
Anwar menyampaikan, sejak MK berdiri pada 2003, komitmen untuk melakukan diseminasi dan pemahaman tentang Konstitusi kepada setiap warga negara dan seluruh lapisan masyarakat senantiasa dilakukan. Karena sejak Perubahan Konstitusi pada 1999, kondisi ketatanegaraan Indonesia mengalami banyak perubahan yang signifikan.
“Perubahan tersebut tidak hanya terkait hadirnya lembaga negara baru maupun hilang dan berubahnya fungsi lembaga negara, melainkan juga secara substansi banyak perubahan penting yang harus dipahami setiap warga negara. Singkat kata, jika dahulu minat mempelajari Konstitusi sebagai objek hukum tata negara kurang digandrungi, saat ini justru menjadi sebaliknya,” kata Anwar
Inklusif
Dijelaskan Anwar, peminat kajian di bidang hukum tata negara dapat dikatakan melonjak drastis, karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya bersifat inklusif (terbuka). Hal ini secara langsung maupun tidak, memberikan dampak terhadap academic culture dalam kehidupan di lingkungan pendidikan tinggi secara khusus dan social culture secara umum. Perubahan ini sangat beralasan karena dimasa lalu membicarakan Konstitusi apalagi perubahannya, menjadi suatu hal yang sangat tabu, bahkan resiko represi harus siap dihadapi jika gagasan tentang perubahan Konstitusi atau tafsir Konstitusi diungkapkan secara terbuka.
“Berbeda dengan hari ini, justru warga negara memiliki legal standing untuk menguji tafsir Konstitusi yang dipahaminya, jika ia merasa ada hak-hak konstitusionalnya yang dirugikan. Oleh karena itu, literasi Konstitusi yang menjadi objek kajian hukum tata negara menjadi hal yang penting dan mendasar untuk diketahui dan dipelajari bagi setiap warga negara dalam menjalankan tugas dan aktifitasnya sehari-hari. Tanpa mengetahui dan memahami Konstitusi, mustahil penyelenggaraan negara dapat berjalan dengan baik. Karena yang menjadi rule of the game dalam berbangsa dan bernegara, tidak lain dan tidak bukan adalah Konstitusi yang kita kenal dengan UUD 1945,” kata Anwar yang juga menyampaikan ucapan selamat kepada IAIN Kediri yang melakukan penambahan Program Studi Hukum Tata Negara pada 2021.
Oleh karena itu, menurut Anwar, dunia pendidikan tinggi memegang peran penting dalam menegakkan nilai-nilai Konstitusi. Kultur akademik yang bersifat terbuka dan kehidupan dunia pendidikan tinggi merupakan kawah candradimuka yang harus dibawa ke tengah masyarakat, agar pemahaman tentang nilai-nilai Konstitusi menjadi milik bersama setiap warga negara. Peran dunia pendidikan, khususnya bagi peminat hukum tata negara, tidak an sich berelasi hanya kepada penegakan hukum dalam pengertian praktis semata, melainkan juga menyentuh kepada tiga persoalan utama di dalam sistem hukum, yaitu aspek substansi hukum (legal substance), struktur hukum (legal structure) dan budaya hukum (legal culture). Penegakan hukum secara substantif dapat diwujudkan jika ketiga elemen utama dalam sistem hukum tersebut dapat dipenuhi. Dalam konteks legal substance (substansi hukum), pendidikan tinggi hukum dapat mendorong lahirnya naskah-naskah akedemik yang menjadi panduan normatif bagi aparatur penegak hukum dalam melakukan legal enforcement (penegakan hukum).
Penegak Hukum yang Andal
Peran pendidikan tinggi hukum/syariah, lanjut Anwar, juga menjadi kawah candradimuka bagi lahirnya aparatur-aparatur penegak hukum yang andal, sebagai front liner penegakan hukum di tengah masyarakat. Begitu pula halnya tentang pembangunan budaya hukum (legal culture), peran dunia pendidikan tinggilah yang menjadi bidan bagi lahirnya insan-insan dan tunas-tunas di masyarakat yang patuh dan taat dengan hukum dan konstitusi. Dengan demikian, tanggung jawab sesungguhnya akan tegaknya hukum dan Konstitusi dalam pengertian substantif dan pemenuhan elemen dalam sistem hukum berada di pundak dunia pendidikan tinggi hukum/syariah, khususnya para dosen hukum tata negara yang telah mendidik para mahasiswa yang nantinya akan berkiprah untuk turut menegakkan hukum dan Konstitusi.
Banyak kalangan menilai, tanggung jawab utama penegakan hukum berada di pundak aparatur penegak hukum dalam pengertian state official (polisi, jaksa, dan hakim). Bahkan ada pula yang mengatakan tanggung jawab utama berada di pundak hakim karena dialah yang memutuskan perkara, sehingga dua dari tiga orang hakim akan masuk neraka untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya jika ia melakukan perbuatan tercela. Secara praktis, pandangan ini dapat dimaklumi, namun tidak boleh dilupakan, bahwa aparatur penegak hukum adalah produk dari pendidikan tinggi yang telah menanamkan nilai-nilai pada dirinya ketika sedang menempuh pendidikan hukum dahulu.
“Bagi saya, tanggung jawab luhur tetap berada di perguruan tinggi karena nilai-nilai yang ditanamkan dan diajarkan pada saat pendidikan dahulu lebih bersifat abadi dibandingkan jabatan aparatur penegak hukum yang bersifat sementara. Oleh karena itu, peran dunia pendidikan tinggi hukum dalam mewujudkan penegakan hukum, memegang peranan yang penting dan utama,” ucap Anwar.
Lebih lanjut Anwar mengatakan, literasi Konstitusi yang diikhtiarkan oleh berbagai pihak, salah satu tujuannya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pembukaan UUD 1945 menyatakan tujuan nasional adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Guna mewujudkan tujuan nasional tersebut, terutama tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, harus dicapai melalui proses pendidikan.
Hak Mendapat Pendidikan
Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (NRI) Tahun 1945 mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Anwar menjelaskan, hak mendapat pendidikan adalah hak setiap warga negara yang dijamin dalam Konstitusi, atau merupakan hak konstitusional warga negara. Bahkan pendidikan juga merupakan bagian dari hak asasi manusia. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 28C Ayat (1) UUD 1945, “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”. Juga Pasal 28E Ayat (1), “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali”.
Penghormatan negara atas hak mendapatkan pendidikan bagi yang bukan warga negara dilakukan dengan tidak akan menggunakan kewenangan negara untuk menghalang-halangi seseorang mendapatkan pendidikan di Indonesia. Pengakuan atas hak mendapatkan pendidikan bagi yang bukan warga negara tidak sampai menimbulkan kewajiban bagi negara untuk menyediakan pendidikan secara khusus, dan negara tidak mempunyai kewajiban untuk menjamin seorang yang bukan warga negara untuk mendapatkan pendidikan, artinya negara tidak mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak mendapatkan pendidikan terhadap yang bukan warga negara.
Sedangkan kewajiban negara terhadap warga negara dalam bidang pendidikan mempunyai dasar yang lebih fundamental, sebab salah satu tujuan didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Adanya tujuan nasional tersebut mengakibatkan bahwa kewajiban mencerdaskan bangsa melekat pada eksistensi negara.
“Dengan kata lain, untuk mencerdaskan kehidupan bangsalah maka negara Indonesia dibentuk. Hak warga negara untuk mendapatkan pendidikan tidak hanya sebatas kewajiban negara untuk menghormati dan melindungi, tetapi menjadi kewajiban negara untuk memenuhi hak warga negara tersebut. Karena demikian pentingnya pendidikan bagi bangsa Indonesia, menyebabkan pendidikan tidak hanya semata-mata ditetapkan sebagai hak warga negara saja, bahkan UUD 1945 memandang perlu untuk menjadikan pendidikan dasar sebagai kewajiban warga negara. Agar kewajiban warga negara dapat dipenuhi dengan baik maka Pasal 31 ayat (2) UUD 1945, mewajibkan kepada pemerintah untuk membiayainya,” jelas Anwar.
Hak untuk mendapatkan pendidikan termasuk dalam kelompok hak sosial, ekonomi, dan budaya. Kewajiban negara untuk menghormati (to respect) dan memenuhi (to fulfil) hak sosial, ekonomi, dan budaya merupakan kewajiban atas hasil (obligation to result) dan bukan merupakan kewajiban untuk bertindak (obligation to conduct) sebagaimana pada hak sipil dan politik. Kewajiban negara dalam arti “obligation to result” telah dipenuhi apabila negara dengan itikad baik telah memanfaatkan sumber daya maksimal yang tersedia (maximum available resources) dan telah melakukan realisasi progresif (progressive realization).
Sejarah bangsa Indonesia membuktikan bahwa partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan merupakan kekuatan nasional yang telah mencerdaskan bangsa. Sejak sebelum kemerdekaan, masyarakat telah mendirikan lembaga-lembaga pendidikan dengan model pengelolaan dan metode pembelajaran yang beragam sesuai dengan karakter masyarakat yang mendirikannya. Partisipasi ini, baik dalam bentuk penyelenggaraan pendidikan secara tradisional seperti di pesantren maupun dalam bentuk pendidikan umum melalui pendirian sekolah. Partisipasi masyarakat dapat dilakukan secara individu, maupun melalui organisasi badan hukum tertentu sesuai dengan kondisi masyarakat masing-masing, ataupun yang dikembangkan oleh organisasi kemasyarakatan dan keagamaan seperti Taman Siswa, PGRI, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Perguruan Katolik, dan lain-lain. Lembaga-lembaga pendidikan inilah yang melahirkan kesadaran kebangsaan dan kemerdekaan secara meluas sehingga perjuangan dan pergerakan kemerdekaan dapat dilakukan oleh segenap komponen bangsa, dan bukan oleh elit nasional saja.
“Pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat ini pulalah yang telah mengisi agenda kemerdekaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada awal kemerdekaan hingga saat ini, pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat ini tetap eksis walaupun mengalami berbagai pasang surut,” tandas Anwar.
Dikatakan Anwar, mencerdaskan kehidupan bangsa adalah upaya multi aspek baik dari sisi jenis kemampuan, keterampilan, dan integritas maupun dari sisi bidang kehidupan bangsa. Guna mewujudkan kecerdasan yang multi aspek diperlukan model pendidikan dan pengelolaan penyelenggara pendidikan yang berbeda pula.
“Saya berpandangan bahwa keberadaan IAIN sebagai perguruan tinggi, menjembatani kepentingan pendidikan dalam dunia ilmu pengetahuan, sekaligus pendidikan yang mengutamakan keimanan dan ketaqwaan, sehingga para alumninya kelak menjadi insan yang cerdas sekaligus memiliki kualitas keimanan dan ketakwaan yang dapat menjadi teladan di tengah masyarakat. Bagi para mahasiswa di fakultas syariah, khususnya peminat hukum tata negara, saya yakin dan percaya bahwa alumninya kelak akan menjadi pejuang dan pelindung hak-hak konstitusional warga negara. Karena ilmu yang telah didapat semasa kuliah harus diamalkan bagi kepentingan masyarakat luas,” ujar Anwar.
Sebagai penutup, Anwar ingin mengingatkan kepada semua bahwa untuk menjadikan negara maju dan mengangkat derajat bangsa, tidak lain kecuali dengan ilmu dan pendidikan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al-Mujaadilah ayat 11 Al-Qur’an yang menyatakan, “… Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.