BOGOR, HUMAS MKRI - Bahasa peraturan perundang-undangan adalah bahasa yang berbeda dengan bahasa Indonesia pada umumnya. Namun tetap berpedoman pada kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bedanya, bahasa peraturan perundang-undangan adalah bahasa hukum yang memiliki ciri tertentu. Demikian materi pembuka yang disampaikan Andriana Krisnawati selaku Kasubdit Standardisasi dan Bimbingan Perancang Peraturan Perundang-undangan Kemenkum HAM RI dalam kegiatan Bimbingan Teknis Legal Drafting bagi Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN HAN) Angkatan ke-4 pada Kamis (23/9/2021).
Pada materi mengenai Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan Bagian III ini, Andriana mengulas tentang “Ragam Bahasa Peraturan Perundang-undangan”. Lebih lanjut Andriana menjelaskan bahwa ciri dari bahasa hukum tersebut di antaranya memiliki kejernihan, pengertian, kebakuan, keserasian dan ketaatan asas sesuai dengan kebutuhan hukum, baik dalam perumusan dengan cara penulisan yang lugas dan pasti, sederhana, objektif, membakukan makna kata-kata, memberikan definisi secara cermat, penulisan kata yang bermakna tunggal dan jamak selalu dirumuskan dalam bentuk tunggal. Sebagai contoh, Andriana menyebutkan penggunaan kata seperti minuman keras, meja hijau, jeruji besi.
“Apabila dalam menyusun sebuah peraturan perundang-undangan sebaiknya tidak menggunakan kata atau frasa yang artinya tidak menentu konteksnya dalam kalimat sehingga tidak jelas. Maka untuk kata-kata tersebut, dapat langsung menggunakan kata yang merujuk pada kata sebenarnya, misalnya minuman beralkohol, pengadilan, penjara saja,” kata Andriana dalam kegiatan yang dimoderatori oleh Imam Ropii yang merupakan dosen pada Universitas Wisnuwardhana, Malang.
Selain itu, untuk memberikan pemahaman lebih jelas kepada peserta bimtek ini, Andriana mencontohkan pula penggunaan istilah asing pada peraturan perundang-undangan. Bahwa penggunaan kata, frasa, atau istilah asing tersebut dapat dipakai apabila mempunyai konotasi yang cocok, lebih singkat jika dibandingkan dengan padanan dalam bahasa Indonesia, mempunyai corak internasional, dan mempermudah tercapainya kesepakatan.
Berikutnya Andriana juga membahas mengenai pilihan kata atau istilah dalam bahasa perundang-undangan dan teknik pengacuannya. Menurut Andriana, pada dasarnya setiap pasal merupakan suatu kebulatan pengertian tanpa mengacu pada pasal atau ayat lain. Namun, untuk menghindari pengulangan rumusan, maka digunakan teknik pengacuan. Misalnya, sambung Andriana, jika pada suatu pasal ada dua atau lebih pengacuan maka urutan pengacuannya dimulai dari ayat dari pasal yang bersangkutan, kmudian baru diikuti dengan pasal atau ayat yang angkanya lebih kecil.
“Namun jika dalam penjelasan umum dimuat pengajuannya ke peraturan perundang-undangan lain atau dokumen lain, pengacuan itu harus dilengkapi dengan keterangan mengenai sumbernya. Sehingga semua menjadi lebih jelas,” jelas Andriana dalam kegiatan hari keempat yang diikuti oleh 85 peserta yang terdiri atas peserta dari APHTN-HAN dan Mahkamah Konstitusi.
Usai mendapatkan materi, para peserta diperkenankan mengajukan pertanyaan dengan memaparkan kendala yang pernah dihadapi dalam memahami bahasa dari peraturan perundang-undangan. Pada sesi delanjutnya, para peserta bimtek ini diberikan arahan untuk pelatihan penyusunan peraturan perundang-undangan. Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan pelatihan penyusunan peraturan perundang-undangan. Keseluruhan peserta bimtek yang hadir hari ini dibagi menjadi 16 kelompok dengan didampingi oleh pemateri yang akan memandu jalannya pelatihan.
Sebagai informasi, kegiatan bimtek kali ini digelar selama lima hari sejak Senin – Jumat (20 – 24/9/2021) mendatang. Kegiatan ini diselenggarakan Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Mahkamah Konstitusi (Pusdik MK) bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM RI serta Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN HAN). Selain mendapatkan materi dari para pakar bidang peraturan perundang-undangan, para peserta bimtek ini juga akan diberikan Pelatihan Penyusunan Peraturan Perundang-undangan yang akan dibagi dalam 16 kelompok kerja. Pada akhir bimtek, para peserta pun akan diberikan kesempatan untuk mempresentasikan hasil pelatihan dalam Seminar Hasil Pelatihan yang dilakukan pada 8 kelas yang telah ditentukan penyelenggara. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P