BOGOR, HUMAS MKRI - Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Mahkamah Konstitusi (Pusdik MK) menggelar kegiatan Bimbingan Teknis Legal Drafting bagi Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN HAN) Angkatan ke-4 pada Rabu (22/9/2021). Pada hari ketiga ini, sejumlah 99 peserta yang terdiri atas peserta dari APHTN-HAN dan Mahkamah Konstitusi, disuguhi beberapa materi di antaranya mengenai Teknik Penyusunan Naskah Akademik yang disampaikan oleh Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Unan Pribadi dan Teknik Penyusunan Naskah Akademik yang disampaikan oleh Djoko Pudjirahardjo dari Badan Pembinaan Hukum Nasional. Berikutnya, peserta bimtek juga diberikan materi mengenai Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan bagian I yang disampaikan oleh Imam Santoso selaku Perancang Utama Balitbang Hukum dan HAM, dan Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan bagian II yang disampaikan oleh Reza Fikri Febriansyah selaku Kepala Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri, Perdagangan dan Infrastruktur Badan Pembinaan Hukum Nasional.
Dalam materi berjudul “Pengharmonisasian Peraturan Peraturan Perundang-undangan“ ini, Unan Pribadi mengatakan ketika perancang saat terlibat pada tahapan-tahapan penyusunan rencana peraturan perundang-undangan (RPUU), maka ia harus terlibat dalam harmonisasi sebagai bagian dari syarat formal dengan berpedoman pada dasar hukumnya berupa UU 15/2019.
Berbicara tahapan pengharmonisasian RPUU ini, Unan menjelaskan secara runut mulai dari tahap pengajuan permohonan pengharmonisasian RPUU dari pemrakarsa yakni Menteri atau Sekjen atas nama Menteri. Selanjutnya akan dilaksanakan pemeriksaan administratif, di antaranya naskah akademik, penjelasan mengenai urgensi dari pokok-pokok pikiran; analisis konsepsi; rapat pengharmonisasian konsep RPUU; paraf persetujuan; dan penyampaian hasil pengharmonisasian konsepsi RPUU.
“Jadi aspek yang diharmonisasikan adalahkonsepsi materi muatan atau substansi dan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan,“ jelas Unan dalam kegiatan yang dimoderatori oleh Vieta Cornelis yang merupakan pengajar ilmu hukum dari Universitas Dr. Soetomo.
Terkait dengan materi ini, para peserta diberikan waktu untuk mendiskusikan materi yang telah disampaikan. Salah satunya, peserta atas nama Benyamin menanyakan kenapa masih ada tumpang tindih antara substansi dari sebuah peraturan perundang-undangan. Atas pertanyaan ini, Unan menjawab bahwa saat melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan harus memperhatikan peraturan di atasnya secara berlapis. Misalnya pada saat menyusun peraturan perundang-undangan pelayaran, pada saat pembentukannya diakui oleh Unan masih ada egosektoral yang tinggi. Akibatnya dalam penyusunan terjadi benturan dalam penyusunan materinya sehingga rapat untuk perumusannya pun akan sangat lama. Oleh karena itulah, sambung Unan, masih ditemui adanya peraturan perundang-undangan yang tidak harmonis.
Kualitas Undang-Undang
Terkait dengan naskah akademik, Djoko Pudjirahardjo selaku Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) mengatakan bahwa kurangnya kajian dan penelitian akan mempengaruhi kualitas dari RPUU. Naskah akademik hanya dipakai sebagai prasayat suatu RPUU, padahal bagain ini sangat dibutuhkan utaamnya tergambar permasalahn, kondisi yang akan dicapai, bagaimana memecahkan maslaah, pihak-pihak yang terkait dengan pengusulan RPUU. Naskah akademik juga harus memuat landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis.
Sehubungan dengan landasan filosofis, naskah akademik harus memuat cita hukum yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Melalui dasar ini, sambung Djoko , naskah akademik dari suatu RPUU harus memiliki visi sesuai dengan unsur keindonesiaan. Namun seringkali suatu rancangan tersebut, masa berlakunya pendek. Sementara itu sehubungan dengan landasan sosiologis, naskah akademik akan memotret kondisi keadaan masyarakat agar aturan yang dibuat diterima dan berlaku secara efektif.
“Diharapkan naskah akademik dapat menghasilkan RPUU yang disusun tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” sampai Djoko dalam kegiatan yang dipandu oleh Dri Utari Christina Rachmawati yang merupakan pengajar hukum tata negara dari Universitas Airlangga.
Berikutnya Djoko membahas mengenai pentingnya keterlibatan publik dalam penyusunan naskah akademik. Pada saat akan menyusun naskah akademik, maka akan dilibatkan dalam sebuah kerja sama tim yang terdiri atas peneliti, akademisi, praktisi yang terkait dengan substansi naskah akademik yang akan disusun serta pejabat atau pelaksana kebijakan terkait. “Dengan terpenuhinya syarat ini, diharapkan kualitas naskah akademik dapat dipertanggungjawabkan disertai dengan masukan dari anggota tim ini kemudian dapat memberikan pandangan yang saling melengkapi,” jelas Djoko.
Sebagai informasi, kegiatan bimtek kali ini digelar selama lima hari sejak Senin – Jumat (20 – 24/9/2021) mendatang. Selain mendapatkan materi dari para pakat bidang peraturan perundang-undangan, para peserta bimtek ini juga akan diberikan Pelatihan Penyusunan Peraturan Perundang-undangan yang akan dibagi dalam 16 kelompok kerja. Pada akhir bimtek, para peserta pun akan diberikan kesempatan untuk mempresentasikan hasil pelatihan dalam Seminar Hasil Pelatihan yang dilakukan pada 8 kelas yang telah ditentukan penyelenggara.(*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P