JAKARTA, HUMAS MKRI - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menjadi narasumber dalam Pelatihan I Program PPC Terpadu Lingkungan Peradilan Militer Seluruh Indonesia olh Badan Pendidikan dan Pelatihan Mahkamah Agung (Badiklat MA) pada Senin (20/9/2021) malam di Pusat Pendidikan dan Pelatihan MA (Pusdiklat MA).
Dalam kegiatan tesebut, Anwar mengatakan bahwa MK adalah lembaga kekuasaan kehakiman yang lahir setelah adanya reformasi pada 1998 dan sebagai akibat dari adanya amendemen UUD 1945. Salah satu pasal yang terkait dengannya adalah ketentuan Pasal 24 UUD 1945. Pada masa sebelum amendemen, bunyi Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945 adalah ”Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang.” Setelah amendemen berubah menjadi Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi, ”Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”
Perubahan Struktur Ketatanegaraan
Anwar menjelaskan, reformasi pada 1998 dan amendemen UUD 1945 juga membawa akibat yang luar biasa dalam struktur ketatanegaraan yang ada di Indonesia. Sebagai contoh, dulu ada lembaga bernama Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Kemudian setelah dilakukannya amendemen, lembaga tersebut ditiadakan, tetapi muncul lembaga baru seperti Dewan Perwakilan Daerah, Komisi Yudisial, dan termasuk pula munculnya Mahkamah Konstitusi.
“Keberadaan MK ini juga sebagai akibat dari perubahan Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 sehingga dalam pelaksanaan amanat ini hadirlah MK sebagai lembaga yang mengawal dan menjaga konstitusi,” terang Anwar.
Kewenangan MK
Anwar melanjutkan, dalam UUD 1945 hasil amendemen tersebut, MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain kewenangan tersebut, MK juga memiliki satu kewajiban yaitu memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
Anwar pun menjelaskan kewenangan MK dalam pengujian UU. Sebuah UU hasil kerja 575 anggota Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden dibantu dengan para menterinya yang dibahas selama berbulan-bulan, bisa dinyatakan MK bertentangan dengan konstitusi hanya oleh permohonan seorang warga negara yang merasa hak konstitusionalnya dilanggar akibat berlakunya suatu UU.
Kewenangan MK berikutnya yang diberikan oleh UUD 1945 adalah memutus pembubaran partai politik. Anwar mengungkapkan, dahulu pernah ada partai politik yang diminta Presiden untuk membubarkan diri. Dengan amendemen UUD 1945 maka pembubaran partai politik hanya dapat dilakukan di MK dengan permohonan yang diajukan oleh Presiden.
MK juga memiliki kewenangan untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya disebut dalam UUD 1945. Misalnya, jika Presiden mengeluarkan aturan tentang kasasi, padahal kewenangan tersebut merupakan kewenangan MA.
Kewenangan keempat yang dimiliki oleh MK adalah memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Kewenangan MK yang terakhir adalah memutus pendapat DPR, bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran menurut UUD.
Anwar mengatakan, untuk memakzulkan Presiden dan/atau Wakil Presiden sangat berat. Menurutnya, sebelum diajukan ke MK, maka DPR harus bersidang dengan dihadiri dua per tiga dari seluruh anggota DPR, dan dua per tiga anggota DPR yang hadir tersebut memberikan persetujuan. Setelah menyatakan pendapat Presiden dan/atau Wakil Presiden bersalah, maka DPR mengajukan kepada MK untuk dinilai apakah pendapat itu terbukti. Apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden dinyatakan MK terbukti melakukan pelanggaran, putusan hukum itu akan diputus oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Anwar kembali menegaskan, MK hanya dapat mengadili jika ada perkara yang masuk.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.