JAKARTA, HUMAS MKRI – Sidang perbaikan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU MA) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (20/9/2021). Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 43/PUU-XIX/2021 ini diajukan oleh Vikash Kumar Dugar selaku Direktur Utama PT Realindo (Pemohon Prinsipal).
Eddy Christian selaku kuasa Pemohon menyampaikan perbaikan permohonan, antara lain perbaikan format permohonan sesuai dengan Pasal 10 Peraturan MK No. 2 Tahun 2021. Selain itu para kuasa Pemohon sudah menandatangani permohonan Pemohon, sesuai nasihat Panel Hakim pada sidang pendahuluan. Berikutnya, ada perbaikan permohonan, tambahan penjelasan yang menyatakan direktur utama satu-satunya pejabat yang berhak mewakili perseroan.
Selanjutnya, Pemohon memperbaiki di bagian kedudukan hukum dengan menguraikan kerugian konstitusional yang dialami Pemohon lebih spesifik, baik kerugian potensial maupun aktual. Termasuk hubungan sebab akibat kerugian Pemohon dengan norma yang diuji, sehingga kalau permohonan dikabulkan, kerugian konstitusional Pemohon tidak akan terjadi lagi. Demikian disampaikan Eddy kepada Panel Hakim MK yang dipimpin Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul didampingi Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Baca juga: Menyoal Konstitusionalitas Jangka Waktu 14 Hari Pengujian Peraturan Perundang-undang Di bawah Undang-Undang
Sebelumnya, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan, Pemohon melakukan uji materiil Pasal 31A ayat (4) UU No. 3/2009, “Permohonan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Mahkamah Agung paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan.”
Pemohon adalah badan hukum privat yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang menjalankan usaha pengelolaan dan penyewaan gedung perkantoran Sainath Tower. Pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 31A ayat (4) UU No. 3/2009 yang mengakibatkan Pemohon tidak mendapat hak konstitusionalnya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28D ayat (1), serta Pasal 28H ayat (2) UUD 1945.
Pertengahan 2007, Pemohon mulai melakukan pembangunan fisik gedung perkantoran Sainath Tower, namun proses pembangunan terhenti pada akhir 2011, dilanjutkan pada April 2014. Pada pertengahan 2016 saat gedung perkantoran selesai dibangun, Pemohon mendapat dua nomor Surat Tagihan Pajak (STP) dan empat nomor Surat Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) oleh Direktur Jenderal Pajak terkait penetapan PKP Gagal Berproduksi dengan dasar hukum Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 (UU KUP), Pasal 9 ayat (6a) dan ayat (6b) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN), serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2014 (menggantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2010).
Terhadap permasalahan tersebut, kata Eddy, Pemohon melakukan berbagai upaya hukum sampai dengan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Pada akhir 2020 sambil menunggu putusan PK, Pemohon mengajukan permohonan uji materiil ke Mahkamah Agung atas Pasal 7 ayat (4) dan ayat (6) PMK-31 tentang Saat Penghitungan Dan Tata Cara Pembayaran Kembali Pajak Masukan Yang Telah Dikreditkan Dan Telah Diberikan Pengembalian Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Mengalami Keadaan Gagal karena dinilai tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan.
Bahwa Pemohon mengartikan jangka waktu 14 (empat belas) hari dalam pasal 31A ayat (4) UU No. 3/2009 merupakan tenggat waktu untuk harus diselesaikannya permohonan pengujian dengan telah menghasilkan keputusan. Namun waktu penyelesaian permohonan pengujian melebihi 2 kali dari 14 (empat belas) hari kerja yakni jumlah keseluruhan waktu 28 (dua puluh delapan) hari kerja. Dengan amar putusan tidak diterima (NO) yang telah diputuskan Mahkamah Agung, dapat dimaknai bahwa tidak terdapat kesalahan dalam hal pemenuhan jangka waktu penyelesaian permohonan pengujian di pihak Majelis Hakim Agung. Dapat dimaknai oleh Pemohon bahwa ketentuan Pasal 31 ayat (4) UU MA memang tidak mengikat Mahkamah Agung dan tidak berlaku umum.
Pemohon mendalilkan telah melakukan pengujian kepada Mahkamah Agung karena mengalami kerugian konstitusional atas suatu peraturan yang telah dicabut, dimana walaupun peraturan tersebut telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku namun pada masa sebelumnya saat masih berlaku telah dipakai sebagai alat penetapan hukum pajak oleh Pembentuk Undang-Undang yang telah membuat kerugian konstitusional Pemohon sehingga Pemohon berkepentingan untuk dapat melakukan pengujian materinya di Mahkamah Agung. (*)
Penulis: Nano Tresna Arfana
Editor: Lulu Anjarsari P
Humas: Fitri Yuliana