BANDUNG, HUMAS MKRI – Sesi lanjutan Konferensi Kedua Lembaga Peradilan Negara Anggota Organisasi Kerja Sama Islam, Judicial Conference of Constitutional and Supreme Courts/Councils of the OIC Member States/Observer States (J-OIC) kembali digelar pada Jumat (17/9/2021) secara daring dan luring dari Bandung, Jawa Barat. Pada hari kedua konferensi ini hadir lima pembicara dari lima negara yang berbeda, yakni Ketua Mahkamah Agung Pakistan Gulzar Ahmed, Hakim Mahkamah Konstitusi Federasi Rusia Gadis Gadzhiev, Ketua Mahkamah Agung Bangladesh Syed Mahmud Hossain, Hakim Mahkamah Agung Kamerun Marie Louise Abomo, dan Presiden Mahkamah Konstitusi Tertinggi Palestina Mohammed Al Haj Kazem.
Ketua Mahkamah Agung Pakistan Gulzar Ahmed dalam konferensi internasional ini mengemukakan bahwa peradilan memiliki peran penting dalam memajukan hak-hak asasi dalam masyarakat plural, baik hak sosial, ekonomi, dan budaya. Berbicara hak asasi, sambung Ahmed, berarti mencakup pada hak yang bersifat universal dan dimiliki oleh setiap individu, tanpa memandang agama, etnis, jenis kelamin karena hak tersebut bersifat mutlak dan bukan pemberian dari negara.
Berbicara hak asasi dan konteks ajaran Islam, ada sebuah pandangan yang cukup keliru memandang bahwa hak asasi manusia tidak sesuai dengan ajaran Islam yang dinilai tidak memberikan banyak hak kepada minoritas. Untuk menepis anggapan negatif tersebut, sejatinya di dalam Al Qur’an telah menyebutkan hakikat diciptakannya manusia. Sehingga tidak hanya merujuk pada umat Islam, melainkan kepada seluruh umat manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Dan satu-satunya tolok ukur untuk mengukur status manusia adalah kebenaran.
Pada Maret 1949, saat proklamasi kemerdekaan, lanjut Ahmed, Majelis Konstituante Pakistan menyusun Konstitusi Negara Pakistan yang menyatakan menjamin hak-hak kaum minoritas untuk secara bebas dapat menyatakan dan mengamalkan agama serta mengembangkan budaya yang diyakininya. Hal ini juga kembali ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1973, yang memberikan hak dasar pada minoritas, di antaranya kebebasan memeluk agama dan mengelola lembaga keagamaan yang dicantumkan pada Pasal 20, ketentuan tentang perpajakan untuk tujuan agama tertentu yang dituliskan pada Pasal 21, perlindungan terhadap lembaga pendidikan sehubungan dengan agama dan lainnya yang dicantumkan pada Pasal 22, dan perlindungan terhadap diskriminasi dalam pelayanan berdasarkan agama atau kasta yang dimuat dalam Pasal 27. Bahkan untuk memastikan keterwakilan minoritas di dalam lingkup Pemerintahan, maka pada Pasal 51, 59 dan 106 Konstitusi menyatakan pemberian kuota bagi kelompok non-Muslim di Majelis Nasional, Senat, dan Majelis Provinsi.
“Bahwa pada Pasal 25 Konstitusi Pakistan dinyatakan semua warga negara adalah sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama, dan tidak boleh ada diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Oleh karenanya, Mahkamah Agung melindungi hak-hak dasar dan kebebasan semua warga negara Pakistan dengan serius. Peradilan berada pada garis depan untuk memastikan tidak ada ketidakadilan, kekejaman, atau pelanggaran hak-hak publik yang terjadi, karena setiap kali ada kasus pelanggaran hak-hak dasar akan dibawa ke Mahkamah Agung,” jelas Ahmed yang turut hadir bersama Hakim Mahkamah Agung Pakistan Ijaz Ul Ahsan di Bandung, Jawa Barat.
Perlindungan Bagi Banyak Etnis dan Agama
Sementara itu, Hakim Mahkamah Konstitusi Federasi Rusia Gadis Gadzhiev dalam paparannya mengatakan bahwa Rusia adalah negara dengan banyak etnis dan agama. Sehingga sangat penting untuk mendamaikan nilai-nilai yang berbeda tersebut dengan berdialog. Dalam hak asasi Islam, didasari pada martabat, rahmat, dan kerja sama sebagaimana digambarkan para ahli hukum Islam. Kemudian hal ini diwujudkan dalam teks Konstitusi Federasi Rusia dan berbagai perjanjian internasional yang juga menjadi dasar sistem perlindungan hak asasi manusia di seluruh dunia. “Oleh karena itu, seseorang dapat dipastikan mendapatkan pengakuan dan perlindungan atas hak asasi manusia yang bersifat universal,” jelas Gadzhiev dalam paparannya secara daring dari Rusia.
Hak Dasar dalam Konstitusi Bangladesh
Ketua Mahkamah Agung Bangladesh Syed Mahmud Hossain dalam presentasinya mengungkapkan pelaksanaan dan penerapan hak-hak dasar dalam Konstitusi Bangladesh. Dalam Konstitusi Bangladesh tidak hanya menjamin hak-hak dasar dan ruang lingkup penegakan hukum, tetapi juga memberi wewenang kepada Divisi Pengadilan Tinggi Mahkamah Agung untuk menerapkannya melalui arahan atau kebijakan termasuk pada pejabat publik. Sebagai contoh, Hossain menyebutkan pada Konstitusi Bangladesh memasukkan 18 hak dasar pada Bagian III yang dapat ditegakkan atas perintah pengadilan.
Selain itu, Divisi Pengadilan Tinggi Mahkamah Agung Bangladesh juga diberi wewenang untuk mengeluarkan surat perintah untuk menegakkan kewajiban hukum apa pun. “Bahwa Mahkamah Agung Bangladesh memulai perjalanannya pada 1972 dengan secara resmi mengakui tanggung jawabnya untuk membangun tatanan sosial terutama dalam hal supremasi hukum dan demokrasi di Bangladesh,” jelas Hossain dalam konferensi yang dimoderatori oleh Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul.
Konferensi Judicial Organization of Islamic Cooperation (JOIC) merupakan kesepakatan dari Deklarasi Istanbul pada 14 – 15 Desember 2018 lalu. Deklarasi Istanbul (Istanbul Declaration) menyepakati 3 (tiga) hal, yaitu (1) seluruh peserta sepakat untuk menyelenggarakan konferensi secara periodik untuk membahas tentang Konstitusi dan Hak Asasi Manusia guna mempromosikan penegakkan hukum dan Hak Asasi Manusia; (2) pembentukan working group untuk membahas bentuk dan langkah ke depan forum ini; dan (3) bersepakat untuk menyelenggarakan konferensi berikutnya dengan Indonesia sebagai tuan rumah. Selama 2018 – 2020, Turki, Indonesia, Aljazair, Pakistan, dan Gambia secara sukarela bekerja sama untuk membahas kemungkinan membangun kemitraan yang lebih erat dan menyiapkan laporan untuk disampaikan ke J-OIC.
Sesuai dengan mandat Deklarasi Istanbul tersebut, Indonesia melalui Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) menyelenggarakan tuan rumah pertemuan J-OIC pada 15 – 17 September 2021 di Bandung Jawa Barat. Konferensi ini diselenggarakan secara hybrid (luring dan daring) dengan mengusung tema “Human Rights and Constitutionalism: The Contribution of Judiciary in Moslem Countries” (Hak Asasi Manusia dan Konstitusionalisme: Kontribusi Peradilan di Negeri Muslim). Dengan Sub-tema, yakni Leason learned: The Role of Judiciary to Promote Humanity and Democracy (Pelajaran mengenai Peran Lembaga Peradilan dalam Mempromosikan Kemanusiaan dan Demokrasi) serta The Protection the Social, Economics and Cultural Rights in Pluralistic Society (Perlindungan Hak Sosial, Ekonomi, dan Berbudaya dalam Masyarakat Plural). (*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P