BANDUNG, HUMAS MKRI – Pada simposium internasional “The 4th Indonesian Constitutional Court International Symposium (ICCIS 2021)”, Engin Yıldırım dari Mahkamah Konstitusi Turki dengan pemaparan makalah berjudul “Freedom of Religion, Secularism and the Turkish Constitutional Court” dan M. Ali Safa’at dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dengan pemaparan makalah berjudul “The Role of the ICC on Determining the Differentiation and Relationship Between State and Religion.” Simposium yang bertema “Constitutional Court, Religion, and Constitutional Rights Protection” ini diselenggarakan secara daring dan luring dari Bandung, Jawa Barat pada Rabu (15/9/2021).
Pada kesempatan pertama, Engin mengatakan bahwa berbicara sekularisme berarti berkaitan dengan prinsip-prinsip yang termuat dalam konstitusi Turki. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pembukaan Konstitusi dan sejumlah pasal dalam konstitusi. Sejak 1937, kata Engin, makna, isi dan implementasi dari sekularisme ini telah diperdebatkan di kalangan politik dan hukum di Turki, khususnya dalam konteks kebebasan beragama. Dalam narasi presentasinya, Engin menguraikan beberapa contoh kasus hukum yang diterima Mahkamah Konstitusi Turki yang berhubungan dengan kebebasan beragama.
Bahwa MK Turki telah mengeluarkan 27 putusan dalam permohonan perseorangan dalam rentang waktu 2012-Juni 2021 dan 121 putusan dalam perkara uji konstitusionalitas tentang kebebasan beragama pada masa 1962- Juni 2021. Kasus-kasus ini, sambung Engin, melibatkan berbagai isu di antaranya larangan jilbab di universitas dan pegawai negeri, kursus agama wajib di pendidikan dasar dan menengah, kotak agama pada kartu identitas nasional, tingginya volume adzan, dan pembubaran partai politik Islam.
“Atas perkembangan kasus-kasus ini terlihat bahwa pengadilan telah mengalami transformasi substansial dalam pendekatannya terhadap kasus kebebasan beragama dalam beberapa tahun terakhir. Awalnya sekularisme militan hanya mengakui ekpresi keagamaan dalam ruang terbatas seperti pada pendidikan tinggi atau pekerjaan di pegawai negeri. Kemudian berubah hingga memberikan ruang yang lebih luas untuk kebebasan beragama dalam domain publik,” terang Engin dalam kegiatan yang dimoderatori oleh Luthfi Widagdo Eddyono dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
MKRI dan Pembedaan Antara Negara dengan Agama
Berikutnya M. Ali Safa’at dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya menyampaikan pemikirannya dalam makalah berjudul “The Role of the ICC on Determining the Differentiation and Relationship Between State and Religion.” Melalui makalah ini, Ali mengulas tentang peran dari MKRI dalam pembedaan hubungan antara negara dan agama serta hubungan antara bidang agama dan sekuler. Menurutnya, agama dapat mempengaruhi dan menjadi substansi hukum negara. Bahwa ketika menjadi hukum negara, maka agama menjadi wilayah sekuler sehingga negara dapat memilih atau membatasi hukum agama. Hal ini, sambung Ali, terlihat dari pembatasan kewenangan dari Peradilan Agama, pembatasan poligami, dan pengaturan zakat.
“Kewenangan negara untuk membatasi hukum agama yang telah menjadi hukum negara ini diperkuat dengan Putusan MKRI dalam pengujian UU Perkawinan, UU Peradilan Agama, dan UU Pengelolaan Zakat. Bahwa putusan MKRI tersebut mempertajam pembedaan dan relasi antara negara dan agama yang harus berpedoman pada Pancasila sebagai perwujudan dari simbiosis antara keduanya,” terang Ali dalam kegiatan yang menghadirkan 28 pemakalah dari berbagai negara, di antaranya Australia, India, Indonesia, Malaysia, Palestina, Singapura, Turki, dan Vietnam.
Perlu diketahui, kegiatan Simposium Internasional ini digelar selama dua hari, yakni Rabu – Kamis (15 – 16/9/2021) secara daring dan luring dari Bandung, Jawa Barat. Sebelum kali keempat kegiatan ini, MKRI telah menyelenggarakan tiga kali simposium internasional serupa, yakni ICCIS 2017 di Solo; ICCIS 2018 di Yogyakarta; dan ICCIS 2019 di Bali. Karena pandemi COVID-19, ICCIS ke-4 pun diadakan secara daring dan luring.
ICCIS merupakan forum akademik global tahunan untuk diskusi gagasan dalam hukum tata negara. Pada 2021 ini, diskusi yang dipilih berfokus pada isu-isu tentang agama dalam konteks hak konstitusional. Sebelum presentasi pada hari ini, Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara dan Pengelolaan Perpustakaan (P4) membuka kesempatan bagi para akademisi untuk mengirimkan artikel sesuai tema. Artikel yang terpilih dari ICCIS ke-4 ini nantinya akan diterbitkan oleh jurnal akademik Mahkamah Konstitusi, Constitutional Review.
Penulis : Sri Pujianti
Editor : Tiara Agustina